Sejarah Desa Pangkalan (Losarang - Indramayu)


Kali pangkalan air mengalir dari kali Boros, yang disebut juga kali Pangkalan. Waktu daerah ini masih dekat pada pinggir pantai, muaranya menjadi Pelabuhan atau Pangkalannya perahu – perahu dagang. Sungai yang dahulunya berliku – liku, waktu zaman Belanda sekitar tahun 1927 aliran sungai diluruskan, dan juga hampir semua aliran sungai di Indramayu, usaha untuk menghindari bahaya banjir. Sehingga kali ini yang melalui  Lelea menjadi mati, yang sekarang – sekarang disebut di Lelea kali Bosok, merupakan kali perbatasan antara daerrah Sumedang dengan Indramayu. Sehingga tanah Pangkalan menjadi terbelah dua, yang dipindahkan oleh sungai baru. Sehingga tanah Pangkalan ada yang masuk berdekatan dengan desa Kiajaran Kulon, dan sebaliknya tanah Kiajaran Kulon ada yang berdekatan dengan desa Pangkalan.

Orang yang pertama kali membuka daerah perkampungan ini ialah Buyut Kepel. Tetapi kemudian Buyut Kepel meninggalkan daerrah ini, beserta anak cucu dan muridnya yang sepaham. Karena ada perselisihan dengan agama, dari sini pindah ke daerah baru Totoran sampai meninggal disana. Waktu Buyut Kepel masih menyiarkan Agama Islam di Pangkalan, menurunkan ilmunya kepada Buyut Telung.

Buyut Tulung nama aslinya adalah Raden Raga Ulap asal Pabenan. Buyut Telung menambah ilunya dari Trusmi yang bertentangan dengan Buyut Kepel. Buyut Kepel yang tidak setuju kemudian ia pindah ke tempat lain. Anak cucu dan muridnya yang tidak ikut kesana dengannya dibiarkan berilmu kepada Buyut Telung, yang dikenal dengan Ilmu Birahian dengan diiringi Kesenian Trebang, yang akhirnya menjadi seni tradisional Trebang Birahi. Buyut Kepel yang tidak setuju dengan ilmu birahi asal Trusmi itu, dari pada berselisih turun dengan ajaran Trusmi Syeik Lemahabang, lebih baik pindah ke Pabean Ilir di Kalitengah Totoran Indramayu.

Ilmu Birahi lewat Seni Trebeng masih dilakukan oleh keturunannya dan masih dipertahankan kelestariannya, degan pimpinan guruya saudara Mudraim yang sampai tahun 1980 telah mencapai umur 105 tahun. Ilmu Birahi ini terus berkembang kepada semua keturunannya dan bila dilakukan tidak boleh separuh – separuh, jadi dilakukan semalam suntuk supaya bisa selesai. Karena itu semua keturunannya selalu melakukan dengan patuh sempurna, walaupun datang dari tempat jauh, datang memerlukan, dan bila kebetulan waktunya belum selesai harus ditambah sampai jauh disiang hari.

Anggota Ilmu Birahi bila sedang melakukan ilmunya, semua anggotanya tidak mengharapkan imbalan jasa, yang penting bagi mereka telah melakukan ilmunya sebagaimana mestinya. Walaupun ada orang yang menyewanya sebagai kesenian biasa. Diantara ilmu birahi lewat doa – doa selawatannya seperti misalnya dibawah ini:

JOG TEMURUH
Ngalor, ngidul
Runtut,
Widadari pandansari
Yen besuk ana mati
Ganti Allah
Ingsun tak turu ning kuburan

Doa selawat ini sejak mulai lahir sampai meninggalnya manusia digambarkan. Ini salah satu doa selawat ilmunya. Doa ini dinyanyikan dengan lagu khusus, yang diiringi dengan tari perempuan semalam suntuk.

Di Pangkalan ada Buyut Babar yaitu dari nama sebenarnya ialah Sutra Jiwa asal dari prajurit Bagelan dari Mataram yang menetap disini yang kalah perang tidak mau ke asalnya. Sutra Jiwa meninggal karena berkelahi dengan seorang utusan dari Cirebon yang sedang memeriksa daerah perbatasan lewat kedaerah ini, yang mempunyai Ilmu Macan Siliwangi, keduanya menyangka dia adalah seorang musuh dari kompeni. Karena salah sangka dalam perkelahiannya ini mereka sama kuat, kemudian bersama – sama babar keduanya mati bersama pula sehingga kedua orang ini disebut Buyut Babar.

Kayu bobotan punya Ki Buyut Babar, sekarang menjadi warisan anak cucunya, yang sampai sekarang alat ini masih disimpan dan masih digunakan untuk upacara adat bobotan oleh penduduk setempat maupun keluarga lain dari jauh yang kebetulan sepaham.

Misalnya untuk upacara bagi keluarga yang mempunyai anak pertama laki – laki dengan anak yang bungsu kebetulan pula laki – laki, untuk menyelamatkan jiwa kedua anak tadi harus mengadakan upacara bobotan, yaitu keduanya ditimbang dibobot dengan kayu tadi, supaya setimbang sebelahnya perlu diberi tambahan berat yang menguntungkan bagi yang ringan. Setelah keduanya seimbang barulah selesai. Upacara ini untuk memohon barokah dari Tuhan Yang Maha Esa, agar supaya mendapat selamat didunia dan akherat, juga sebagai alat mendidik memupuk kerukunan persaudaraan kekeluargaan.

Disebelah utara tanah ini terdapat Buyut dukuh, nama aslinya Gagak Alap – Alap Partala, yang membawa kapal perang dan karam ditempat itu, yaitu seorang panglima perag praurit Mataram. Pulang karena kalah perang dari penyerbuan ke Batavia, kemudian menetap disini sampai meninggalnya.

Disebelah utara bagian desa Pangkalan ada kampung Mandar disana terdapat 7 sumur zaman pengaruh Hindia yang dibawa oleh Ki Kuwu Amis Cempaka Mulya, dalam menyelamatkan diri perang dengan Ki Kuwu Sangkan, rakyatnya yang tidak mau amsuk Islam lari ke Hutan Sinang. Tujuh sumur ini seperti halnya sama dengan tujuh sumur di Banten.

Daftar kepala desa Pangkalan:
1)    Yang menjadi kuwu pertama saudara Rasbayi.
2)   Yang menjadi kuwu kedua saudara Jalani.
3)   Yang menjadi kuwu ketiga saudara Dewon.
4)   Yang menjadi kuwu keempat saudara Dirga.
5)   Yang menjadi kuwu kelima saudara Talam.
6)   Yang menjadi kuwu keenam saudara Dirga, terpilih kembali kedua kalinya.
7)   Yang menjadi kuwu ketujuh saudara Jamadi.
8)   Yang menjadi kuwu kedelapan saudara Dulati.
9)   Yang menjadi kuwu kesembilan saudara Dodi, hanya dapat melaksanakan 6 bulan.
10) Yang menjadi kuwu kesepuluh saudara Masduki, dari anggota ABRI
11)  Yang menjadi kuwu kesebelas saudara Masduki dari jurutulis desa terpilih sejak tahun 1979.

Nama – nama kampung desa Pangkalan:
1)   Kampung Pelabuhan
2)  Kampung Buyut Babar
3)  Kampung Buyut Dukuh
4)  Kampung Mandar, yang ada dipetapakan sumur 7 buah, pada masa transisi Islam
5)  Kampung Gaga Mantri, sekarang menjadi komplek pertamina sejak diketemukan sumber minyak tahun 1980.
6)  Kampung Tegal Tike, tanah ini sebagian besar masih rawa dan persawahan tadah hujan.
        Pangkalan desa nomor 135, dengan luas areal tanah 1796 Km2, dan jumlah kerapatan penduduk laki – laki 1625 juwa grebeg, perempuan 2310 jiwa grebeg, perhitungan tahun cacah 1979.

Comments

Popular Posts