Intertekstualitas puisi “Pantun memori” karya Hartoyo dengan puisi “Sehabis mengantar jenazah” karya Agus Dwi Rusmiyanto



Oleh : Ayu Fitria


Secara intertekstual puisi “Pantun Memori” Hartoyo dalam beberapa hal menunjukkan persamaannya dengan puisi “Sehabis mengantar jenazah”. Ada gagasan dan ungkapan Hartoyo yang dapat diruntut kembali dalam puisinya Agus dwi rusmiyanto. Begitu juga idenya. Meskipun dalam pengolahannya keduanya memiliki perbedaan satu sama lainnya yang menyebabkan tiap-tiap puisi tersebut menunjukkan kepribadiannya masing-masing dalam menanggapi masalah yang dihadapi.
Dalam analisis ini persamaan dan perbedaan antara keduanya terdapat dalam struktur fisik dan struktur batin. Persamaan dalam struktur fisiknya, antara lain : lambang benda, lambang suasana, kata konkret, imaji gerak, majas personifikasi, dan tipografi. Sedangkan dalam struktur batinnya hampir semuanya mempunyai persamaan, dari tema, nada dan suasana, perasaan juga amanat. Perbedaan antara puisi tersebut hanya ada beberapa dalam struktur fisik, yaitu : makna kias, lambang lainnya, dan dalam rima. Sedangkan dalam struktur batinnya tak memiliki perbedaan. Karena semuanya hampir memiliki kesamaan, baik ide/gagasannya maupun maknanya.
Di antara kedua puisi tersebut yang bisa dikatakan menjadi hipogramnya adalah puisi “pantun memori”. Karena kita dapat mengetahui puisi tersebut menjadi hipogram adalah dengan melihat tahun pembuatan puisi tersebut. Sedangkan puisi “sehabis mengantar jenazah” karya Hartoyo dikatakan puisi transformasinya. Karena puisi tersebut muncul setelah puisi telah ada sebelumnya. 

Berikut puisinya :

PANTUN MEMORI

.....Buat nisan ibunda

Kembang kutabur dalam ziarah
kembang cintaku salamku yang ramah
Begitu kau berkubur dan kita pun berpisah
dekat padamu merangkul nenek marhumah

Bayang-bayang sepi dan hati menunduk di sini
dan jauh di seberang kali ada orang mengaji
Begitu kau pergi aku mengangguk mengerti:
mati ialah janji, sudah terpahat dalam diri

Burung pun pulang ke sarangnya karena senja tiba
ada cahaya yang meredup kembali menyala di pokok kemboja
Begitu kau rela demi usia yang tua
terlalu tua buat hidup yang selalu meremaja


1973
(Tahun penerbitan kumpulan puisi Buku Puisi)


Sehabis Mengantar Jenazah

ada sunyi menyergap ragaku
menenggelamkan suara sekop
pada timbunan tanah
yang membuat kita gelisah

 “Aku ingat ibu”
bathinku memutar kaleidoskop
ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan
terbayang gulita di bawah sana
hanya pucuk kemboja
kembang tujuh rupa serta doa
pengantar menuju batas tak terhingga

pada langkah ke tujuh
menengok seakan mengucap selamat jalan
protes pada Tuhan pun segan

 “Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”

terimalah sujudku
doa-doa yang kulafalkan
tangan mengangkasa
serta tangis pada bumi dimana aku kembali
pun tak bisa mengelak dan menawar lagi


(Agus Dwi Rusmianto, 2012)


A.   Persamaan pada puisi” Pantun Memori dan : “Sehabis Mengantar Jenazah”
1)    Struktur Fisik
a.    Pemilihan Kata Khas
a.       Lambang

Lambang
Puisi pantun memori
Puisi Sehabis Mengantar Jenazah
Benda
·      Kembang kutabur
·      Burungpun pulang
·      Suara Skop
·      Neon 18 what

Suasana
·         Bayangan sepi
·         Ada cahaya yang meredup
·      Ada sunyi menyergap ragaku
·      Ada gulitadibawah sana


Dalam lambang, ada lambang benda dan suasana  yang memiliki persamaan. Sedangkan lambang lainnya (suara), penyair menuangkan gagasannya masing-masing ke dalam karyanya. Ini membuktikan bahwa puisi yang diduga sebagai hiporgam tidak sepenuhnya di konvensi ke dalam puisi yang memiliki hubungan intertekstualitasnya.

b.      Kata Konkret
Pantun memory

Sehabis Mengantar Jenazah
Kembang kutabur dalam ziarah
kembang cintaku salamku yang ramah
Begitu kau berkubur dan kita pun berpisah
dekat padamu merangkul nenek marhumah


“Aku ingat ibu”
 bathinku memutar kaleidoskop
 ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan
 terbayang gulita di bawah sana
 hanya pucuk kemboja
 kembang tujuh rupa serta doa
pengantar menuju batas tak terhingga



Di dalam kata konkret, keduanya sama-sama menggunakan kata-kata yang mengacu pada keadaan mengantar jenazah yang berarti kesedihan disertai dengan perenungan bagi keluarga yang ditinggalkannya. Sehingga tampak persamaan ide dan apa yang disampaikan dalam puisi tersebut.
c.    imaji

a) Imaji gerak

Pantun memori
Berjalan di Belakang Jenazah
Kembang kutabur dalam ziarah
kembang cintaku salamku yang ramah
Begitu kau berkubur dan kita pun berpisah
dekat padamu merangkul nenek marhumah
Bayang-bayang sepi dan hati menunduk di sini
dan jauh di seberang kali ada orang mengaji
Begitu kau pergi aku mengangguk mengerti:
mati ialah janji, sudah terpahat dalam diri

pada langkah ke tujuh
menengok seakan mengucap selamat jalan
 protes pada Tuhan pun segan
`
 “Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”

 terimalah sujudku
doa-doa yang kulafalkan
 tangan mengangkasa
 serta tangis pada bumi dimana aku kembali
 pun tak bisa mengelak dan menawar lagi





Dalam bait puis Pantun memoei di atas penyair jelas sekali menggunakan kata kembang kutabur dalam ziarah, mereka merelakan dengan ikhlas kepergiannya, dalam bait selanjutnya
aku mengangguk mengerti:
mati ialah janji, sudah terpahat dalam diri.
Makna dari baiti tersebut merupakan bahwa setiap manusia yang hidup akan mengalami kematian dan
itu merupakan janji tuhan kita.

Adapun dalam bait puisi Sehabis mengantar jenazah,bait (pada langkah ketuju menengok)  penyair berusaha merelakan atau mengikhlaskan kepergiannya meski dirinya setengah tidak iklas melepasnya, hanya secarik doa yang bisa iya berikan, bisa diliat dari bait puisi berikut (Tangan mengangkasa) dimana orang yang diinggalkan atau keluarga yang ditinggalkan hanya bisa mengikhlaskannya dan memberikan doa kepadaNya.


d.   Bahasa Figuratif
a)      Majas Personifikasi

Pantun memori

Sehabis Mengantar Jenazah
Burung pun pulang ke sarangnya karena senja tiba.


bathinku memutar kaleidoskop
 ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan
terbayang gulita di bawah sana
 hanya pucuk kemboja
 kembang tujuh rupa serta doa
 pengantar menuju batas tak terhingga

terimalah sujudku
doa-doa yang kulafalkan
 tangan mengangkasa
 serta tangis pada bumi dimana aku kembali
 pun tak bisa mengelak dan menawar lagi



 Pantun memori ini, Hartoyo lebih banyak menggunakan makna kias untuk menggambarkan perasaannya. Tetapi hal ini tidak mengurangi nilai yang terkandung di dalamnya. Pembaca tetap dapat mengetahui maksud dari puisi tersebut. Bahasa figuratif yang digunakan pengarang adalah personifikasi. Terlihat dari.Burung pun pulang ke sarangnya karena senja tiba maksud dari bait puisi tersebut iyalah, bahwa penyair mengibaratkan burung itu manusia dan pulang kesangkarnya, sangkar diibaratkan dengan rumah , karena senja tiba, maksudnya iyalah jikalau tuhan sudah menghendaki wudah waktunya kita untuk pulang dan mengenghadap pada sangkholik, kita harus siap dan mempersiapkannya.
Dalam puisi Sehabis Menghantar Jenazah, bahasa figuratif yang digunakan pengarang juga adalah majas personifikasi. Terlihat dari bait berikut ( bathinku memutar kaleidoskop ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan terbayang gulita di bawah sana hanya pucuk kemboa,kembang tujuh rupa serta doa, pengantar menuju batas tak terhingga) penyair membayangkan yang ada di dalam gundukan tersebut dengan suasana yang begitu gelap gulita, dan kita yang masih hidup hanya memberikan sepucuk kemboja, dan kembang tuju rupa, dan secarik doa untuk mengantarkannya. Dan pada bait (terimalah sujudku,doa-doa yang kulafalkan tangan mengangkasa serta tangis pada bumi dimana aku kembali pun tak bisa mengelak dan menawar lagi) maksud dari baitu puisi tersebut iyalah, bahwa kita harus berserah diri dan menerima apa yang harus jadi kehendakNYA dan pada saatnya kelak kita tidak bisa lagi mengelak dari kehendakNya, mati ialah pasti.

e.         Tipografi
Tipografi yang digunakan dalam puisi “Pantun Memori” adalah  dari kiri ke kanan, dan teratur baris dalam per baitnya (4 baris dalam per baitnya) sedangkan Tipografi dari Puisi “Sehabis Mengantar Jenazah” adalah dari kiri ke kanan, namun tidak teratur baris dalam per baitnya.

PANTUN MEMORI

.....Buat nisan ibunda

Kembang kutabur dalam ziarah
kembang cintaku salamku yang ramah
Begitu kau berkubur dan kita pun berpisah
dekat padamu merangkul nenek marhumah

Bayang-bayang sepi dan hati menunduk di sini
dan jauh di seberang kali ada orang mengaji
Begitu kau pergi aku mengangguk mengerti:
mati ialah janji, sudah terpahat dalam diri

Burung pun pulang ke sarangnya karena senja tiba
ada cahaya yang meredup kembali menyala di pokok kemboja
Begitu kau rela demi usia yang tua
terlalu tua buat hidup yang selalu meremaja


1973
(Tahun penerbitan kumpulan puisi Buku Puisi)




Sehabis Mengantar Jenazah

ada sunyi menyergap ragaku
 menenggelamkan suara sekop
 pada timbunan tanah
 yang membuat kita gelisah

 “Aku ingat ibu”
 bathinku memutar kaleidoskop
 ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan
 terbayang gulita di bawah sana
 hanya pucuk kemboja
 kembang tujuh rupa serta doa
 pengantar menuju batas tak terhingga

 pada langkah ke tujuh
 menengok seakan mengucap selamat jalan
 protes pada Tuhan pun segan
`
 “Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”

 terimalah sujudku
doa-doa yang kulafalkan
 tangan mengangkasa
 serta tangis pada bumi dimana aku kembali
 pun tak bisa mengelak dan menawar lagi


(Agus Dwi Rusmianto, 2012)


2.  Struktur Batin
a.         Tema
        Kedua puisi yang diduga memiliki hubungan intertekstualitas ini memiliki kesamaan dalam temanya. Hal ini ditunjukkan puisi “pantun memori” pada bait pertama bait ke 1 dan bait ke 2 yang memiliki tema kesedihan dan perenungan. Sebaliknya dalam puisi “sehabis mengantar jenazah” tema demikian juga ditunjukkan dalam bait ke 1 sampai ke 3 yaitu memiliki makna yang begitu luarbiasa dimana kita harus merenungkan diri  bahwa kehidupan yang kita jalani ini hanya sementara dan ingatlah bahwasannya : Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”

b.      Nada dan suasana
        Nada yang digunakan oleh penyair dalam puisi “pantun memori” adalah nada pasrah, karena puisi ini menceritakan kematian yang dialami seseorang sebagai kodrat atau ketetapan yang telah digariskan Tuhan. Sedangkan suasana yang dirasakan pembaca adalah suasana sedih sekaligus menyikapi hal tersebut sebagai perenungan.
        Demikian nada dan suasana yang digunakan Agus dwi dalam puisi “Sehabis Mengantar Jenajah” Nada yang digunakan oleh penyair adalah nada sedih, karena puisi ini menceritakan situasi sesudah mengantarkan jenazah. Dimana penyair menggambarkan situasi didalam kubur itu dalam sumi dan gelap gulita, dan kita yang masih hidup tinggal menunggu giliran kapan waktu tuhan menjemput kita, Sedangkan suasana yang dirasakan pembaca adalah suasana sedih sekaligus menyikapi hal tersebut sebagai perenungan.

c.       Perasaan
        Perasaan yang diekspresikan Hartoyo dalam puisinya adalah haru sekaligus ikhlas dimana dibait ke 2 baris ke 4 penyair menyadari bahwa mati ialah janji dan ada dalam diri.
        Demikian juga, perasaan yang diekspresikan Agus dalam puisinya. Iapun mengekspresikan perasaan kegelisaan dan haru. Telah jelas dipaparkan pada bait pertama baris ke4 menunjukkan adanya kegelisaan dimana suara skop itu menimbun tanah yang didalamnya ada jasad seseorang , kemudian pada bait kedua baris ke4 penyair membayangkan suasana gelap gulita (ketika melewati neon 18 watt di atasgundukan) begitu gelap suasan yang ada dibawah gundukan tersebut. Dan pada bait terakhir bahwa perasaan yang muncul perasaan pasrah dan berserah diri bahwasannya hidup kita hanyalah sementara. dan keduanya juga menunjukkan kesedihan dan berduka. Namun semuanya dibumbui perasaan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan, melainkan perenungan akan kehidupan setelah meninggal.

d.      Amanat
        Amanat yang ingin disampaikan penyair adalah persiapkan diri untuk kehidupan yang abadi, dan berlomba-lombalah untuk memperbaiki diri untuk menuju yang abadi.

Demikian beberapa persamaan dalam hubungan intertekstualitas antara puisi “pantun memoei” karya Hartoyo Andangjaya dengan puisi “sehabis mengantar jenazah” karya Agus dwi Rusmianto

B.  Perbedaan pada puisi “pantun memori” dan “sehabis mengantar jenazah”
1)   Struktur Fisik
a.    Pemilihan Kata Khas
a)      Makna kias
PANTUN MEMORI
Sehabis Mengantar Jenazah

Kembang kutabur dalam ziarah
kembang cintaku salamku yang ramah
Begitu kau berkubur dan kita pun berpisah
dekat padamu merangkul nenek marhumah


ada sunyi menyergap ragaku
 menenggelamkan suara sekop
 pada timbunan tanah
 yang membuat kita gelisah

 “Aku ingat ibu”
 bathinku memutar kaleidoskop
 ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan



b)      Lambang

Lambang
Puisi pantun memori
Puisi Sehabis Mengantar Jenazah
Suara
-
·      Suara Skop



b.    Rima
PANTUN MEMORI

.....Buat nisan ibunda

Kembang kutabur dalam ziarah
kembang cintaku salamku yang ramah
Begitu kau berkubur dan kita pun berpisah
dekat padamu merangkul nenek marhumah

Bayang-bayang sepi dan hati menunduk di sini
dan jauh di seberang kali ada orang mengaji
Begitu kau pergi aku mengangguk mengerti:
mati ialah janji, sudah terpahat dalam diri

Burung pun pulang ke sarangnya karena senja tiba
ada cahaya yang meredup kembali menyala di pokok kemboja
Begitu kau rela demi usia yang tua
terlalu tua buat hidup yang selalu meremaja


1973
(Tahun penerbitan kumpulan puisi Buku Puisi)




Sehabis Mengantar Jenazah

ada sunyi menyergap ragaku
 menenggelamkan suara sekop
 pada timbunan tanah
 yang membuat kita gelisah

 “Aku ingat ibu”
 bathinku memutar kaleidoskop
 ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan
 terbayang gulita di bawah sana
 hanya pucuk kemboja
 kembang tujuh rupa serta doa
 pengantar menuju batas tak terhingga

 pada langkah ke tujuh
 menengok seakan mengucap selamat jalan
 protes pada Tuhan pun segan
`
 “Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”

 terimalah sujudku
doa-doa yang kulafalkan
 tangan mengangkasa
 serta tangis pada bumi dimana aku kembali
 pun tak bisa mengelak dan menawar lagi


(Agus Dwi Rusmianto, 2012)

Rima yang digunakan dalam puisi “pantun jenazah” pada bait pertama adalah a-a-a-a-a-. Pada bait kedua juga menggunakan rimaa-a-a-a-a Dan pada bait ketiga juga menggunakan rima sama seperti 1 dan 2 adalah a-a-a-a. Sedangkan dalam puisi “sehabis mengantar jenazah”
Rimanya tidak beraturan.

Demikian beberapa persamaan dan perbedaan dalam hubungan intertekstualitas antara puisi “Pantun Memori” karya Hartoyo Andangjaya dengan puisi “Sehabis Mengantar Jenazah” karya Agus Dwi Rusmianto.

Comments

Popular Posts