Menganalisis Novel Layar Terkembang Menggunakan Pendekatan Psikologi

Novel yang berjudul layar terkembang karya St.Takdir Alisjhabana mengangkat kisah kehidupan dua orang gadis yang penuh lika-liku menjalani hidup. Di dalam cerita novel tersebut banyak mengangkat unsur psikologis tokoh-tokohnya atau konflik batin pada setiap tokohnya.
Yang melatar belakangi saya mengkaji novel sastra ini adalah selain ceritanya menarik untuk di baca, di dalamnya juga banyak di angkat mengenai proses bagaimana menjalani kehidupan serta konflik yang terjadi sepanjang cerita. Tokoh utama yang terdapat dalam cerita ini adalah seorang gadis bernama Tuti,ia mempunyai adik bernama Maria dan Ayahnya yang bernama R. Wiriatmaja,namun ibundanya telah tiada,karena terkena penyakit dan meninggal dunia dua yang lalu. Mereka asli orang Banten,namun sejak kecil mereka di boyong ayahnya untuk tinggal di Jakarta, mereka tinggal di jalan cidengweg, di ujung gang
1)      Psikologi Pengarang

a.      Riwayat Hidup Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
Sutan Takdir Alisyahbana (STA) dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 dalam usia 86 tahun. Dinamai Takdir karena jari tangannya hanya ada 4. Ibunya seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara sementara ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru.
Mula-mula STA sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Bengkulu (1915-1921) kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool, Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim (1921-1925) dan Hogere Kweekschool, Bandung ( 1925-1928) serta Hoofdacte Cursus di Jakarta (1931-1933), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian di Rechtschogeschool, Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Sutan Takdir juga mengikuti kuliah-kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Ia menerima gelar Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987).
STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
STA merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah kesusastraan dan pemikiran kebudayaan di Indonesia. Ia termasuk pengarang yang sangat produktif. Karya-karyanya di bidang bahasa, sastra, kebudayaan, filsafat, pendidikan, dan seni menjadi epitaf yang akan selalu dibaca sebagai harta karun pemikir negeri ini.
      b.   Pemikiran STA Tentang Novel Layar Terkembang
      Pemikiran Takdir Alisjahbana (STA) ialah tentang kebudayaan. Kebudayaan Indonesia yang  dicita-citakan STA adalah suatu kebudayaan modern yang mampu menjadikan bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan memiliki kebudayaan tinggi. Untuk mendorong bangsa ini bangkit, kondisi kebudayaannya yang menyedihkan harus diperbaiki dengan melakukan perubahan dan pembaruan besar-besaran.
Dalam rangka inilah STA mengembangkan teori dan pemikiran kebudayaannya. Ia berharap pemikiran dapat dijadikan panduan dalam melakukan transformasi budaya. STA percaya bahwa hanya dengan mengubah kebudayaannya, bangsa Indonesia bisa bangkit dari keadaannya yang terpuruk. Konsep kebudayaan yang diperlukan ialah konsep yang dinamis. STA mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan penjelmaan dari proses penilaian dan nilai-nilai yang muncul dari perilaku, perbuatan, perkembangan benda-benda rohani dan jasmani manusia, yang kesemuanya berintegrasi dalam suatu pola atau konfigurasi.
STA memandang krisis kebudayaan modern yang berkembang dewasa ini dan juga menilai kebudayaan yang berkembang dalam komunitas bangsa Indonesia. Begitu pula berdasarkan pemikiran seperti itu ia mencetuskan gagasannya dalam Polemik Kebudayaan pada tahun 1930an. Menurut STA (1985), alasan mengapa ia menjadikan kebudayaan Barat yang dinamis sebagai orientasi pemikirannya, disebabkan keinginannya melihat bangsa Indonesia merebut ilmu pengetahuan, kemajuan ekonomi dan tehnologi yang bersifat rasional dalam waktu yang secepat-cepatnya.
c.   Hubungan Tema dengan Pemikiran Penulis

      Tema Novel ini menonjolkan emansipasi wanita. Terutama pada tokoh utamanya yang mempunyai jiwa sosial tinggi terhadap kaumnya, maka terpanggil hati dan jiwanya untuk membela kaumnya. Oleh karenanya untuk merealisasikan keinginannya itu ia banyak berkecimpung di dalam organisasi wanita (emansipasi wanita) dengan tujuan memerdekakan kaumnya dari segala bentuk penindasan baik itu fisik ataupun moral. Karena pada masa dahulu perempuan selalu di anggap remeh terutama oleh para lelaki,sehingga mereka selalu di tindas dan di perlakukan dengan tidak adil.
      Pemikiran STA mengenai kebudayaan modern yang dirasa mampu menjadikan bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan memiliki kebudayaan tinggi inilah yang menyebabkan penulis merealisasikan dalam bentuk karakter yang digunakan pada setiap tokoh yang ia gambarkan. Penulis bertujuan atau mencita-citakan agar novel yang mewakili pemikirannya,mampu mendorong bangsa ini dapat bangkit, kondisi kebudayaannya yang menyedihkan harus diperbaiki dengan melakukan perubahan dan pembaruan besar-besaran.

2)      Psikologi Karya Sastra

a.      Sinopsis Novel Layar Terkembang
Tuti dan Maria adalah kakak beradik, anak Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten. Ibu mereka telah meninggal 2 tahun silam. Meskipun mereka adik-kakak, mereka memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung yang berusia 25 tahun adalah seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji, dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sedangkan Maria si bungsu yang berusia 20 tahun ini adalah gadis yang periang, lincah, dan mudah kagum.
Suatu ketika kakak beradik itu pergi ke sebuah gedung akuarium pasar ikan dimana mereka bertemu Yusuf, mahasiswa Kedokteran dari Martapura, Sumatera Selatan. Hubungan ketiganya semakin dekat setelah pertemuan itu. Terutama dengan Maria. Rupanya Yusuf telah menaruh hati kepada Maria. Keesokan harinya, ia bertemu gadis tersebut dalam perjalanannya ke sekolah. Dan semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering menjemput Maria untuk berangkat sekolah dan sudah mulai berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa.  Sementara Tuti semakin menyibukkan dirinya dengan membaca dan menghadiri Kongres pada hak-hak perempuan.
Selepas ujian doctoral berakhir, Yusuf pulang untuk berlibur ke tempat asalnya di Mertapura,Sumatra Selatan. Selama berlibur, keduanya saling berkirim surat. Sehingga hal itu  justru membuat Yusuf semakin merasa rindu kepada Maria. Hubungan keduanya semakin dekat ketika Yusuf kembali ke jakarta dan mengunjungi Maria yang sudah pindah ke Bandung, dan saat mereka berjalan-jalan ke air terjun dago, di situlah Yusuf menyatakan perasaannya kepada Maria.
Rupanya hubungan Yusuf dan Maria menimbulkan pertentangan di antara kakak beradik tersebut. Tuti memberikan nasehat kepada Maria bahwa hubungan tersebut pada akhirnya akan memperbudak hati dan pikirannya. Namun Maria yang tak sepaham dengan pemikiran Tuti dengan tegas membantah. Bahkan sampai memicu pertengkaran di antara keduanya. Semenjak kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara dengan Maria, diapun merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya.

Saat Maria mendadak terkena penyakit malaria dan TBC, barulah Tuti pun kembali memperhatikan Maria. Tuti menjaganya dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Tuti sebenarnya sudah sangat ingin memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria yang di harapkan Tuti. Maka Tuti segera menulis surat penolakan.

            Kondisi tubuh Maria terus memburuk walaupun Maria sudah di rawat di rumah sakit di Sindanglaya, Jawa Barat. Bahkan Perawatan sudah berjalan hampir sebulan lebih lamanya. Saat Maria sedang menjalani perawatan di rumah sakit, Tuti dan Yusuf pergi untuk mengunjungi sepupunya di Sindanglaya, dari situlah kemudian keduanya tak disangka semakin dekat.
            Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih banyak lagi. Meskipun sudah dalam keadaan yang memprihatinkan, namun Maria tetap bisa memberikan senyum terbaiknya untuk menyenangkan hati orang-orang tersayangnya. Karena ia tahu, bahwa hidupnya tak akan bertahan lebih lama lagi. Sebagai permintaan terakhirnya sebelum pergi, Maria meminta kepada Yusuf dan Tuti untuk bersatu. Jelas saja mereka berdua menolak permintaan tersebut. Namun Maria bersikukuh bahwa ia tak ingin dua orang yang sangat ia sayangi tersebut, lepas ke pelukan orang lain. Yusuf dan Tuti hanya terdiam menanggapi permintaan Maria.
Benar saja. Tuhan punya rencana lain untuk Maria. Di usianya yang ke 22 tahun, ia tutup usia. Jenazahnya di makamkan di perkuburan yang tak jauh dari rumah sakit dimana ia dirawat semasa hidupnya. Pada kesempatan berkunjung ke makam adiknya, Tuti datang bersama Yusuf. Dan dihadapan makam adiknya pula, Tuti memberitahukan bahwa ia dan Yusuf akan menikah setelah pertunangan yang telah diselenggarakan beberapa waktu silam.
Meskipun telah berkali-kali Tuti menolak jodoh yang datang kepadanya karena tidak sesuai dengan yang diharapkan, pada akhirnya hatinya pun luluh untuk Yusuf, yang sebelumnya merupakan tunangan adiknya sendiri. Keinginan terakhir Maria pun mereka wujudkan demi kebahagian Maria. Tak berapa lama kemudian, sesuai dengan pesan terakhir Maria, Yusuf dan Tuti pun akhirnya menikah dan bahagia selamanya.


b.      Analisis Terhadap Penokohan (watak)
No
Nama Tokoh
Perwatakan Tokoh
1
Tuti
Tidak mudah kagum, sangat menjunjung tinggi harga diri, pandai, jarang memuji, selalu memiliki pertimbangan yang matang,  mengutamakan pendidikan, tetap pada pendirian, berjuang untuk  bangsanya, baik hati,  pengertian, tidak mudah terpengaruh,tidak mudah tersinggung, tidak mudah sedih pada saat ditimpa masalah, serta bertanggung jawab.
2
Maria
Mudah kagum, mudah memuji, mudah tersenyum, ucapannya sesuai dengan perasaanya, periang, baik hati kepada siapapun, selalu bertindak sesuai perasaannya sehingga ia mudah tersinggung, mudah terharu hingga menangis pada saat di timpa masalah.
3
Yusuf
Baik hati, tidak sombong, dan mudah bergaul dengan
siapapun. Sangat mencintai Maria dengan sepenuh hati, Idealis, orang yang penuh cita-cita terhadap bangsa dan tanah air, berpikir kritis, bertanggung jawab dan sopan.
4
Raden Wiraatmaja
Baik hati, memegang teguh agama, sayang pada keluarga, dan selalu memberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka masing-masing, terutama Tuti yang sedikit keras pendiriannya di banding adiknya.
5
Patadiharja
Memiliki watak yang kuat, mudah di kecewakan, namun hatinya baik sehingga ia mau membiayai pendidikan adiknya hingga bekerja.
6
Istri Parta
Baik  watak baik hati, tidak mudah marah dan sangat menyayangi anaknya dan Maria serta Tuti.
7
Supomo
Seorang guru muda, baik hati,lemah lembut,sopan,pandai bergaul cerdas.
8
Rukamah
Baik hati dan sangat akrab dengan Tuti dan Maria, selalu menemani Maria saat di Bandung. namun orangnya sedikit jail, suka mengganggu Maria dan menyesali akibat buruk yang disebabkan oleh perbuatannya.
9
Saleh
Sepupu Tuti lulusan sarjana yang sangat peduli dengan alam sehingga mengabdikan diri sebagai petani dan tinggal di desa
10
Ratna
Istri Saleh dan teman tuti. Petani yang pandai dan baik hati
11
Juru Rawat
Selalu menghibur Maria, selalu menemani Maria saat kesepian dengan bermain dam dan selalu menyemangatinya

Kutipan Penokohan
a.       Tuti            : Kutipan halaman 2 alenia 4: “tuti bukan seseorang yang mudah kagum,yang mudah heran melihat sesuatu.Keinsafannya akan harga dirinya amat besar.Ia tahu bahwa ia pandai dan cakap serta banyak yang dapat dikerjakannyaS dan dicapainya.”
b.      Maria         : Kutipan halaman 2 alenia 5: ”sebaliknya maria seseorang yang mudah kagum,yang mudah memuji dan memuja.Sebelum selesai benar ia berpikir,ucapannya telah keluar menyatakan perasaannya yang bergelora,baik girang maupun waktu kedukaan.”
c.       Yusuf        : Kutipan halaman 11 alenia 2: “tetapi rupanyaseorang setuden Sekolah Tabib Tinggi.kami  bertemu betemu........”
d.      Wiriaatmaja           : Kutipan halaman 12 alenia 1:”Memaksa anaknya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai hatinya,sebab sayangnya kepada Tuti dan Maria.......”,
e.       Partadiharja           : Kutipan Alenia 4 halaman 27:”...tiada menurut nasehat orang tua itulahyang akhirnya terjerumus. Dan kemudian hari ia akan menyesal.coba kita lihat nanti.
f.       Supomo     : Kutipan alenia 4 halaman 112:”ia telah menghargai Supomo dalam hatinya: orang yang baik hati,lemah lembut dan sopan dalam pergaulan....”

c.   Analisis Nilai-nilai psikologis (konflik batin antar tokoh)
1)      Rasa pengertian dan tanggung jawab Tuti terhadap diri dan keluarganya, setelah di tinggal ibundanya. Tampak pada kutipan berikut : “Tuti berusaha sedapat-dapatnya menggantikan kedudukan dan pekerjaan bundanya. Sekalian pekerti dan kelakuan adiknya itu dicoba menerimanya dan menyesuaikan dengan hatinya meskipun hal itu tidak dapat dalam segala hal,dalam hal hidup bersama-sama. Usahanya itu jelas membawa ketenangan dan kerja sama. Bagi Maria sendiri yang masih anak burung mengepak-ngepakkan sayap, belum dapat tempat bertengger, pimpinan Tuti yang tiada dinyatakan benar kepadanya itu terasa sebagai aman.”
2)      Kondisi psiklogis pikiran yang dialami Tuti pada saat mereka tengah berada di perjalan rumah mereka dipenuhi oleh kongres putri sedar yang diketuainya ini menandakan bahwa Tuti adalah orang yang aktif baik itu sebagai guru maupun dalam berorganisasi.Tampak pada kutipan berikut. “………telah berhari-hari ia tiada pernah diam. Kalau tiada berjalan untuk mengunjungi orang-orang yang lain yang harus mengurus kongres itu, ia asyik membaca dan menulis dirumah untuk menyiapkan pidatonya…..”
3)      Kebijaksanaan R.Wiriaatmaja dalam mendidik anak-anaknya, ia memberikan kebebasan sepenuhnya dalam pergaulan. Namun masih ada sedikit beban pikiran terhadap anaknya khususnya Tuti yang sangat berbeda sikap dan tingkah lakunya dengan Maria adiknya. Perbedaan itu tampak pada kutipan berikut: “……..ia biasa memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada anaknya. Sebagai seorang yang besar dalam didikan cara lama,…….” “…….. terutama payah sekali ia mengkaji sikap dan pendirian Tuti yang lain benar kepadanya dari Maria. Apakah gunanya ia sebagai perempuan siang-malam membuang tenaga dan waktu untuk perkumpulan, .….” “….dan sampai sekarang belum dapat ia menduga, mengapa Tuti memutuskan pertunangannya dengan Hambali,…….”
4)      Setelah pertemuan dan perkenalan mereka di Akuarium pasar ikan tadi ternyata pikiran Yusuf terpaut pada salah satu dari kedua bersaudara itu yaitu Maria. Seperti pada kutipan berikut: “…… perkenalan yang sebentar itu meninggalkan jejak yang dalam di kalbunya…..” tetapi tidak ,tertutama sekali menarik hatinya ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum menyingkapkan giginya yang putih.”
5)      Konflik antar Tuti dengan Pamannya. Tuti tak sependapat dengan Pamannya,ia lebih cenderung sepadan dengan sikap dan pendirian Saleh yang memilih keluar dari pekerjaannya tersebut. Pamannya pun tak terima dan menyela semua pendapat yang disampaikan Tuti. Tampak pada kutipan berikut: “…..kalau pendapat Saleh itu paman anggap omong kosong semata-mata, kalau Paman tidak dapat merasakan perasaan dan perjuangan di dalam hatinya, tentulah Paman tidak dapat mengerti akan perbuatanya…”parta pun menimpa,”Ya, engkau mudah berkata saja, tetapi engkau tidak tahu, betapa kesalnya hati saya…..”
6)      Kegelisahan hati dan pikirannya Yusuf yang tengah berlibur di kampung halamanya yang selalu tertuju ke Jakarta. Seperti kutipan berikut: “…senantiasa ia gelisah, pikirannya berbalik-balik ke Jakarta juga, seakan-akan ada sesuatu yang menariknya di sana. Tetapi sekarang tentulah ia belum dapat kembali ke Jakarta sebab ibunya yang amat sayang kepadanya karena ia anak tunggal, pasti tiada akan melepaskannya selekas itu meninggalkan pula.”
7)      Yusuf mengungkapkan isi hatinya kepada Maria yang tak mampu lagi ia bendung. Semua itu terlontar seperti pada kutipan berikut: “….pada mata Maria Nampak kepadanya berlinang air mata dan mesra dan meminta menggemetarlah suaranya untuk pertama kali seumur hidupnya,” Maria,Maria,tahukah engkau aku cinta padamu?”
8)      Tekanan batin yang di alami Tuti ketika mengingat kata-kata Maria yang mengejeknya, selalu terbayang di dalam pikirannya, sehingga membuatnya teringat kembali akan putusnya hubungan tunangannya bersama Hambali dulu. Kutipan : “…..itu perselisihan yang pertama! Hambali tidak pernah senang, apalagi ia datang di Jakarta. Katanya, Tuti sedikit benar memperdulikannya, ia selalu saja bekerja untuk perkumpulannya. Perhubungan mereka tiada sedikit juga pun seperti perhubungan orang bertunangan.” Ini membuatnya tak bisa berkonsentrasi dalam mempersiapkan pidatonya dalam kongres putri sedar.
9)      Perasaan Tuti yang terkejut pada saat Supomo yang baru saja mengatakan cinta padanya. Selalu terpikir dalam hati dan benaknya, dan menanti jawabannya. Kutipan : “….tetapi meskipun demikian, ketika perkataan yang penting itu keluar dari mulut Supomo tadi, ia terkejut tiada dapat berkata-kata. Perkataan itu tiada dijawabnya,teidak terjawab olehnya, meskipun berulang-ulang Supomo menyatakannya dan meminta jawaban darinya.”
10)  Konflik batin di jiwa Tuti tentang perasaannya terhadap Supomo. Apakah ia akan menerima atau menolak cinta Supomo. Terjadi gejolak jiwa pada perasaan Tuti yang tak karuan dan tak menentu itu. Kutipan: “…bagaimana, akan diterimanyakah atau tiada permintaan Supomo itu….? Kalau tiada diterimanya, apabila lagikah ia akan bersuami? Usianya sekarang dua puluh tujuh tahun. Siapa tahu, kesempatan ini ialah kesempatan yang terakhir baginya. Kalau dilepaskan pula, akan terlepaslah untuk selama-lamanya.”
11)  Perasaaan takut Maria akan kematian mulai menghampirinya ketika ia ingat akan ibunya yang telah meninggal dunia karena menderita penyakit yang serupa dengannya kini. Kutipan: “….kadang-kadang teringat ia akan bundanya yang telah beberapa tahun berpulang. Dalam waktu yang demikian amat terasalah kepadanya kemalangan dirinya di rumah sakit yang sepi di lereng gunung itu.”
12)  Pikirkan Tuti terhadap kongres yang baru di tinggalkan guna menjenguk adiknya yang tinggal sendiri kesepian di rumah sakit. Kutipan: “…sedang kereta api berjalan Tuti terus melamun tentang cita-citanya tentang perkumpulannya, tentang kongres tahunan yang baru ditinggalkannya…”tetapi tidak,liburnya tinggal hanya seminggu lagi dan yang seminggu itu hendak dipakainya utnuk menggirangkan hati Maria…..”
13)  Kecemasan da kekawatiran Tuti dan Yusuf melihat kondisi Maria yang makin hari makin menurun saja. Kutipan : “….Tuti menahan hatinya lagi dan berkatalah ia kepada Yusuf, “Yusuf, bagaimanakah pikiranmu, masih adakah harapan Maria akan sembuh? Rupanya sangat mencemaskan. Saya sesungguhnya takut…..”
14)  Keinsafan hati,jiwa dan pikiaran Tuti terhadap kehidupan yang di jalaninya membuatnya kini mulai berubah pandangan. Kutipan : “perlahan-lahan, hampir tiada di ketahuinya tumbulah keinsafan di dalam hatinya,.” Tuti merasa dirinya menjadi manusia yang baru yang lebih lapang hati dan pikirannya.”
15)  Kesedihan dan kekawatiran Yusuf dan Tuti akhirnya terjadi juga. Maria meninggal dunia di usia 22 tahun. Kutipan : “Maria…Januari 193…usia 22 tahun. Maka selaku terpekurlah berdiri kedua-duanya memandang ke makam itu, tiada menggerak-gerakkan dirinya.”
16)  Tuti mendekatkan dirinya kepada Yusuf karena mereka telah bertunangan dan akan melangsungkan pernikahan seminggu lagi. Maka dari itu sebelum mereka melangsungkan pernikahan, terlebuh dahulu mereka berziarah ke makam Maria untuk menghormati pengorbanan dan keikhlasannya merelakan Yusuf bersanding bersama Tuti yang notabene kakak kandungnya sendiri. Kutipan : “lima hari lagi akan berlangsung perkawinan mereka di Jakarta. Sebelum perkawinan mereka berlangsung, pergi dahulu mereka ziarah ke kuburan orang yang sama-sama di cintainya.”…’’Tuti mendekatkan dirinya kepada Yusuf dan laksana tunangannya itu sudah tahu akan perasaannya yang berkecamuk dalam hatinya, katanya mesra berbisik sebagai menyambung. “tetapi Yusuf, hidup kita adalah kerja.” Maka mereka meninggalakan tempat itu kembali pulang.

      d.   Perubahan Jiwa Tokoh
1.      Semenjak ibunya meninggal, Tuti semakin pengertian dan bertanggung jawab dalam hal mengurusi keluarganya.
2.      Sikap Maria yang terpaut pada Yusuf setelah pertemuan di gedung akuarium.
3.      Sikap Yusuf yang gelisah dan menyadari bahwa ia mempunyai perasaan terhadap Maria semenjak ia sering bertemu Maria.
4.      Sikap Raden Wiriatmaja yang tak memaksakan kehendak pada anak sulungnya. Karena semenjak sepeninggal mendiang istrinya, urusan rumah beres dikerjakan oleh Tuti.
5.      Kekesalan Partadiharja pada adiknya Saleh yang lebih memilih hidup di desa dibandingkan kerja di kantor.
6.      Sikap Tuti yang cenderung menutup hati karena kegagalan pertunangannya dengan Hambali.
7.      Sikap Tuti yang selalu tak sependapat dengan Maria semenjak Maria menjalin hubungan dengan Yusuf.
8.      Perasaan  Tuti yang sakit hati akan perkataan yang dilontarkan adiknya bahwa cintanya adalah cinta perdagangan yang ditimbang baik buruknya.
9.      Sikap tuti yang kembali perhatian dengan Maria setelah Maria jatuh sakit.
10.  Tuti yang tersadar akan kehidupan di desa yang damai, tak seperti yang ia bayangkan selama ini.
11.  Keikhlasan Maria yang merelakan Yusuf untuk Tuti.
12.  Terbukalah pintu hati Tuti setelah ia menerima Yusuf untuk menjadi pendampingnya, karena sayangnya kepada Maria yang tiada terkira dan menganggap Yusuf adalah seorang yang sepadan dengan pemikirannya.

3)   Psikologi Pembaca
            Pada Novel Ini pengarang mengajak pembaca untuk maju dan mengubah pemikiran-pemikiran lama tentang wanita dulu menjadi wanita modern. Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.

Comments

Popular Posts