Menganalisis Novel Layar Terkembang Menggunakan Pendekatan Psikologi
Novel yang berjudul layar
terkembang karya St.Takdir Alisjhabana mengangkat kisah kehidupan dua orang
gadis yang penuh lika-liku menjalani hidup. Di dalam cerita novel tersebut
banyak mengangkat unsur psikologis tokoh-tokohnya atau konflik batin pada setiap
tokohnya.
Yang melatar belakangi saya mengkaji novel sastra ini adalah selain ceritanya menarik untuk di baca, di dalamnya juga banyak di angkat mengenai proses bagaimana menjalani kehidupan serta konflik yang terjadi sepanjang cerita. Tokoh utama yang terdapat dalam cerita ini adalah seorang gadis bernama Tuti,ia mempunyai adik bernama Maria dan Ayahnya yang bernama R. Wiriatmaja,namun ibundanya telah tiada,karena terkena penyakit dan meninggal dunia dua yang lalu. Mereka asli orang Banten,namun sejak kecil mereka di boyong ayahnya untuk tinggal di Jakarta, mereka tinggal di jalan cidengweg, di ujung gang
Yang melatar belakangi saya mengkaji novel sastra ini adalah selain ceritanya menarik untuk di baca, di dalamnya juga banyak di angkat mengenai proses bagaimana menjalani kehidupan serta konflik yang terjadi sepanjang cerita. Tokoh utama yang terdapat dalam cerita ini adalah seorang gadis bernama Tuti,ia mempunyai adik bernama Maria dan Ayahnya yang bernama R. Wiriatmaja,namun ibundanya telah tiada,karena terkena penyakit dan meninggal dunia dua yang lalu. Mereka asli orang Banten,namun sejak kecil mereka di boyong ayahnya untuk tinggal di Jakarta, mereka tinggal di jalan cidengweg, di ujung gang
1)
Psikologi
Pengarang
a.
Riwayat
Hidup Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
Sutan Takdir Alisyahbana (STA) dilahirkan di Natal,
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta,
17 Juli 1994 dalam usia 86 tahun. Dinamai Takdir karena jari tangannya hanya
ada 4. Ibunya seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal,
Sumatera Utara sementara ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah
seorang guru.
Mula-mula STA sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche
School) di Bengkulu (1915-1921) kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool,
Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim (1921-1925) dan Hogere Kweekschool, Bandung (
1925-1928) serta Hoofdacte Cursus di Jakarta (1931-1933), yang merupakan sumber
kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian di
Rechtschogeschool, Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat
gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Sutan Takdir juga mengikuti
kuliah-kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Ia
menerima gelar Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang,
Malaysia (1987).
STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai
Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru
(1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan
Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929),
dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar
Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional,
Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas,
Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu
Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA
menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan
anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de
linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the
International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board
of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures
Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk
Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah
menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta
(1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan
Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
STA merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah
kesusastraan dan pemikiran kebudayaan di Indonesia. Ia termasuk pengarang yang
sangat produktif. Karya-karyanya di bidang bahasa, sastra, kebudayaan, filsafat,
pendidikan, dan seni menjadi epitaf yang akan selalu dibaca sebagai harta karun
pemikir negeri ini.
b. Pemikiran STA
Tentang Novel Layar Terkembang
Pemikiran Takdir Alisjahbana (STA) ialah
tentang kebudayaan. Kebudayaan Indonesia yang
dicita-citakan STA adalah suatu kebudayaan modern yang mampu menjadikan
bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan
memiliki kebudayaan tinggi. Untuk mendorong bangsa ini bangkit, kondisi
kebudayaannya yang menyedihkan harus diperbaiki dengan melakukan perubahan dan
pembaruan besar-besaran.
Dalam rangka inilah STA mengembangkan teori dan
pemikiran kebudayaannya. Ia berharap pemikiran dapat dijadikan panduan dalam
melakukan transformasi budaya. STA percaya bahwa hanya dengan mengubah
kebudayaannya, bangsa Indonesia bisa bangkit dari keadaannya yang terpuruk.
Konsep kebudayaan yang diperlukan ialah konsep yang dinamis. STA mengartikan
kebudayaan sebagai keseluruhan penjelmaan dari proses penilaian dan nilai-nilai
yang muncul dari perilaku, perbuatan, perkembangan benda-benda rohani dan
jasmani manusia, yang kesemuanya berintegrasi dalam suatu pola atau
konfigurasi.
STA memandang krisis kebudayaan modern yang
berkembang dewasa ini dan juga menilai kebudayaan yang berkembang dalam komunitas
bangsa Indonesia. Begitu pula berdasarkan pemikiran seperti itu ia mencetuskan
gagasannya dalam Polemik Kebudayaan pada tahun 1930an. Menurut STA (1985),
alasan mengapa ia menjadikan kebudayaan Barat yang dinamis sebagai orientasi
pemikirannya, disebabkan keinginannya melihat bangsa Indonesia merebut ilmu
pengetahuan, kemajuan ekonomi dan tehnologi yang bersifat rasional dalam waktu
yang secepat-cepatnya.
c. Hubungan Tema dengan Pemikiran Penulis
Tema Novel ini menonjolkan emansipasi
wanita. Terutama pada tokoh utamanya yang mempunyai jiwa sosial tinggi terhadap
kaumnya, maka terpanggil hati dan jiwanya untuk membela kaumnya. Oleh karenanya
untuk merealisasikan keinginannya itu ia banyak berkecimpung di dalam
organisasi wanita (emansipasi wanita) dengan tujuan memerdekakan kaumnya dari
segala bentuk penindasan baik itu fisik ataupun moral. Karena pada masa dahulu
perempuan selalu di anggap remeh terutama oleh para lelaki,sehingga mereka
selalu di tindas dan di perlakukan dengan tidak adil.
Pemikiran STA mengenai kebudayaan modern
yang dirasa mampu menjadikan bangsa Indonesia dapat bersaing dengan
bangsa-bangsa lain yang telah maju dan memiliki kebudayaan tinggi inilah yang
menyebabkan penulis merealisasikan dalam bentuk karakter yang digunakan pada
setiap tokoh yang ia gambarkan. Penulis bertujuan atau mencita-citakan agar
novel yang mewakili pemikirannya,mampu mendorong bangsa ini dapat bangkit,
kondisi kebudayaannya yang menyedihkan harus diperbaiki dengan melakukan
perubahan dan pembaruan besar-besaran.
2)
Psikologi
Karya Sastra
a. Sinopsis Novel Layar
Terkembang
Tuti dan Maria
adalah kakak beradik, anak Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten. Ibu
mereka telah meninggal 2 tahun silam. Meskipun mereka adik-kakak, mereka
memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung yang berusia 25 tahun adalah
seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji,
dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sedangkan Maria si bungsu yang
berusia 20 tahun ini adalah gadis yang periang, lincah, dan mudah kagum.
Suatu ketika
kakak beradik itu pergi ke sebuah gedung akuarium pasar ikan dimana mereka
bertemu Yusuf, mahasiswa Kedokteran dari Martapura, Sumatera Selatan. Hubungan
ketiganya semakin dekat setelah pertemuan itu. Terutama dengan Maria. Rupanya
Yusuf telah menaruh hati kepada Maria. Keesokan harinya, ia bertemu gadis
tersebut dalam perjalanannya ke sekolah. Dan semenjak pertemuan keduanya itu,
Yusuf mulai sering menjemput Maria untuk berangkat sekolah dan sudah mulai
berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat
hubungan kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa. Sementara Tuti semakin menyibukkan dirinya
dengan membaca dan menghadiri Kongres pada hak-hak perempuan.
Selepas
ujian doctoral berakhir, Yusuf pulang untuk berlibur ke tempat asalnya di
Mertapura,Sumatra Selatan. Selama berlibur, keduanya saling berkirim surat.
Sehingga hal itu justru membuat Yusuf
semakin merasa rindu kepada Maria. Hubungan keduanya semakin dekat ketika Yusuf
kembali ke jakarta dan mengunjungi Maria yang sudah pindah ke Bandung, dan saat
mereka berjalan-jalan ke air terjun dago, di situlah Yusuf menyatakan
perasaannya kepada Maria.
Rupanya hubungan Yusuf dan Maria menimbulkan
pertentangan di antara kakak beradik tersebut. Tuti memberikan nasehat kepada
Maria bahwa hubungan tersebut pada akhirnya akan memperbudak hati dan
pikirannya. Namun Maria yang tak sepaham dengan pemikiran Tuti dengan tegas
membantah. Bahkan sampai memicu pertengkaran di antara keduanya. Semenjak
kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara dengan Maria, diapun merasa
sendiri dan sepi dalam kehidupannya.
Saat Maria mendadak terkena penyakit malaria dan
TBC, barulah Tuti pun kembali memperhatikan Maria. Tuti menjaganya dengan
sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk meminta
jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Tuti sebenarnya sudah sangat ingin
memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria yang di
harapkan Tuti. Maka Tuti segera menulis surat penolakan.
Kondisi
tubuh Maria terus memburuk walaupun Maria sudah di rawat di rumah sakit di
Sindanglaya, Jawa Barat. Bahkan Perawatan sudah berjalan hampir sebulan lebih
lamanya. Saat Maria sedang menjalani perawatan di rumah sakit, Tuti dan Yusuf
pergi untuk mengunjungi sepupunya di Sindanglaya, dari situlah kemudian
keduanya tak disangka semakin dekat.
Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti
semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih
banyak lagi. Meskipun sudah dalam keadaan yang
memprihatinkan, namun Maria tetap bisa memberikan senyum terbaiknya untuk
menyenangkan hati orang-orang tersayangnya. Karena ia tahu, bahwa hidupnya tak
akan bertahan lebih lama lagi. Sebagai permintaan terakhirnya sebelum pergi,
Maria meminta kepada Yusuf dan Tuti untuk bersatu. Jelas saja mereka berdua
menolak permintaan tersebut. Namun Maria bersikukuh bahwa ia tak ingin dua
orang yang sangat ia sayangi tersebut, lepas ke pelukan orang lain. Yusuf dan
Tuti hanya terdiam menanggapi permintaan Maria.
Benar saja.
Tuhan punya rencana lain untuk Maria. Di usianya yang ke 22 tahun, ia tutup
usia. Jenazahnya di makamkan di perkuburan yang tak jauh dari rumah sakit
dimana ia dirawat semasa hidupnya. Pada kesempatan berkunjung ke makam adiknya,
Tuti datang bersama Yusuf. Dan dihadapan makam adiknya pula, Tuti
memberitahukan bahwa ia dan Yusuf akan menikah setelah pertunangan yang telah
diselenggarakan beberapa waktu silam.
Meskipun telah
berkali-kali Tuti menolak jodoh yang datang kepadanya karena tidak sesuai
dengan yang diharapkan, pada akhirnya hatinya pun luluh untuk Yusuf, yang
sebelumnya merupakan tunangan adiknya sendiri. Keinginan terakhir Maria pun
mereka wujudkan demi kebahagian Maria. Tak berapa lama kemudian, sesuai dengan pesan terakhir
Maria, Yusuf dan Tuti pun akhirnya menikah dan bahagia selamanya.
b.
Analisis
Terhadap Penokohan (watak)
No
|
Nama Tokoh
|
Perwatakan Tokoh
|
1
|
Tuti
|
Tidak mudah kagum, sangat menjunjung tinggi harga diri,
pandai, jarang memuji, selalu memiliki pertimbangan yang matang, mengutamakan pendidikan, tetap pada
pendirian, berjuang untuk bangsanya,
baik hati, pengertian, tidak mudah
terpengaruh,tidak mudah tersinggung, tidak mudah sedih pada saat ditimpa
masalah, serta bertanggung jawab.
|
2
|
Maria
|
Mudah kagum, mudah memuji, mudah
tersenyum, ucapannya sesuai dengan perasaanya, periang,
baik hati kepada siapapun, selalu bertindak sesuai perasaannya sehingga ia
mudah tersinggung, mudah terharu hingga menangis pada saat di timpa masalah.
|
3
|
Yusuf
|
Baik
hati, tidak sombong, dan mudah bergaul dengan
siapapun.
Sangat
mencintai Maria dengan sepenuh hati, Idealis, orang yang penuh cita-cita
terhadap bangsa dan tanah air, berpikir kritis, bertanggung jawab dan sopan.
|
4
|
Raden Wiraatmaja
|
Baik
hati, memegang teguh agama, sayang pada keluarga, dan selalu memberikan
kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka masing-masing, terutama Tuti yang
sedikit keras pendiriannya di banding adiknya.
|
5
|
Patadiharja
|
Memiliki
watak yang kuat, mudah di kecewakan, namun hatinya baik sehingga ia mau
membiayai pendidikan adiknya hingga bekerja.
|
6
|
Istri Parta
|
Baik watak baik hati, tidak mudah marah dan sangat menyayangi anaknya dan
Maria serta Tuti.
|
7
|
Supomo
|
Seorang guru muda, baik hati,lemah lembut,sopan,pandai
bergaul cerdas.
|
8
|
Rukamah
|
Baik
hati dan sangat akrab dengan Tuti dan Maria, selalu menemani Maria saat di
Bandung. namun orangnya sedikit jail, suka mengganggu Maria dan
menyesali akibat buruk yang disebabkan oleh perbuatannya.
|
9
|
Saleh
|
Sepupu
Tuti lulusan sarjana yang sangat peduli dengan alam sehingga mengabdikan diri
sebagai petani dan tinggal di desa
|
10
|
Ratna
|
Istri Saleh dan teman tuti. Petani yang pandai dan baik
hati
|
11
|
Juru Rawat
|
Selalu menghibur Maria, selalu menemani Maria saat
kesepian dengan bermain dam dan selalu menyemangatinya
|
Kutipan
Penokohan
a.
Tuti :
Kutipan halaman 2 alenia 4: “tuti bukan seseorang yang mudah kagum,yang mudah
heran melihat sesuatu.Keinsafannya akan harga dirinya amat besar.Ia tahu bahwa
ia pandai dan cakap serta banyak yang dapat dikerjakannyaS dan dicapainya.”
b. Maria : Kutipan halaman 2 alenia 5:
”sebaliknya maria seseorang yang mudah kagum,yang mudah memuji dan
memuja.Sebelum selesai benar ia berpikir,ucapannya telah keluar menyatakan
perasaannya yang bergelora,baik girang maupun waktu kedukaan.”
c. Yusuf : Kutipan halaman 11 alenia 2: “tetapi
rupanyaseorang setuden Sekolah Tabib Tinggi.kami bertemu betemu........”
d. Wiriaatmaja : Kutipan halaman 12 alenia
1:”Memaksa anaknya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai hatinya,sebab
sayangnya kepada Tuti dan Maria.......”,
e. Partadiharja : Kutipan Alenia 4 halaman
27:”...tiada menurut nasehat orang tua itulahyang akhirnya terjerumus. Dan
kemudian hari ia akan menyesal.coba kita lihat nanti.
f. Supomo : Kutipan alenia 4 halaman 112:”ia telah
menghargai Supomo dalam hatinya: orang yang baik hati,lemah lembut dan sopan
dalam pergaulan....”
c. Analisis Nilai-nilai psikologis (konflik
batin antar tokoh)
1) Rasa
pengertian dan tanggung jawab Tuti terhadap diri dan keluarganya, setelah di
tinggal ibundanya. Tampak pada kutipan berikut : “Tuti berusaha
sedapat-dapatnya menggantikan kedudukan dan pekerjaan bundanya. Sekalian
pekerti dan kelakuan adiknya itu dicoba menerimanya dan menyesuaikan dengan
hatinya meskipun hal itu tidak dapat dalam segala hal,dalam hal hidup
bersama-sama. Usahanya itu jelas membawa ketenangan dan kerja sama. Bagi Maria
sendiri yang masih anak burung mengepak-ngepakkan sayap, belum dapat tempat
bertengger, pimpinan Tuti yang tiada dinyatakan benar kepadanya itu terasa
sebagai aman.”
2) Kondisi
psiklogis pikiran yang dialami Tuti pada saat mereka tengah berada di perjalan
rumah mereka dipenuhi oleh kongres putri sedar yang diketuainya ini menandakan
bahwa Tuti adalah orang yang aktif baik itu sebagai guru maupun dalam
berorganisasi.Tampak pada kutipan berikut. “………telah berhari-hari ia tiada
pernah diam. Kalau tiada berjalan untuk mengunjungi orang-orang yang lain yang
harus mengurus kongres itu, ia asyik membaca dan menulis dirumah untuk
menyiapkan pidatonya…..”
3) Kebijaksanaan
R.Wiriaatmaja dalam mendidik anak-anaknya, ia memberikan kebebasan sepenuhnya
dalam pergaulan. Namun masih ada sedikit beban pikiran terhadap anaknya
khususnya Tuti yang sangat berbeda sikap dan tingkah lakunya dengan Maria
adiknya. Perbedaan itu tampak pada kutipan berikut: “……..ia biasa memberikan
kebebasan sebesar-besarnya kepada anaknya. Sebagai seorang yang besar dalam
didikan cara lama,…….” “…….. terutama payah sekali ia mengkaji sikap dan
pendirian Tuti yang lain benar kepadanya dari Maria. Apakah gunanya ia sebagai
perempuan siang-malam membuang tenaga dan waktu untuk perkumpulan, .….” “….dan
sampai sekarang belum dapat ia menduga, mengapa Tuti memutuskan pertunangannya
dengan Hambali,…….”
4) Setelah
pertemuan dan perkenalan mereka di Akuarium pasar ikan tadi ternyata pikiran
Yusuf terpaut pada salah satu dari kedua bersaudara itu yaitu Maria. Seperti
pada kutipan berikut: “…… perkenalan yang sebentar itu meninggalkan jejak yang
dalam di kalbunya…..” tetapi tidak ,tertutama sekali menarik hatinya ialah
Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan
bibirnya senantiasa tersenyum menyingkapkan giginya yang putih.”
5) Konflik
antar Tuti dengan Pamannya. Tuti tak sependapat dengan Pamannya,ia lebih
cenderung sepadan dengan sikap dan pendirian Saleh yang memilih keluar dari
pekerjaannya tersebut. Pamannya pun tak terima dan menyela semua pendapat yang
disampaikan Tuti. Tampak pada kutipan berikut: “…..kalau pendapat Saleh itu
paman anggap omong kosong semata-mata, kalau Paman tidak dapat merasakan
perasaan dan perjuangan di dalam hatinya, tentulah Paman tidak dapat mengerti
akan perbuatanya…”parta pun menimpa,”Ya, engkau mudah berkata saja, tetapi
engkau tidak tahu, betapa kesalnya hati saya…..”
6) Kegelisahan
hati dan pikirannya Yusuf yang tengah berlibur di kampung halamanya yang selalu
tertuju ke Jakarta. Seperti kutipan berikut: “…senantiasa ia gelisah,
pikirannya berbalik-balik ke Jakarta juga, seakan-akan ada sesuatu yang
menariknya di sana. Tetapi sekarang tentulah ia belum dapat kembali ke Jakarta
sebab ibunya yang amat sayang kepadanya karena ia anak tunggal, pasti tiada
akan melepaskannya selekas itu meninggalkan pula.”
7) Yusuf
mengungkapkan isi hatinya kepada Maria yang tak mampu lagi ia bendung. Semua
itu terlontar seperti pada kutipan berikut: “….pada mata Maria Nampak kepadanya
berlinang air mata dan mesra dan meminta menggemetarlah suaranya untuk pertama
kali seumur hidupnya,” Maria,Maria,tahukah engkau aku cinta padamu?”
8) Tekanan
batin yang di alami Tuti ketika mengingat kata-kata Maria yang mengejeknya,
selalu terbayang di dalam pikirannya, sehingga membuatnya teringat kembali akan
putusnya hubungan tunangannya bersama Hambali dulu. Kutipan : “…..itu
perselisihan yang pertama! Hambali tidak pernah senang, apalagi ia datang di
Jakarta. Katanya, Tuti sedikit benar memperdulikannya, ia selalu saja bekerja
untuk perkumpulannya. Perhubungan mereka tiada sedikit juga pun seperti
perhubungan orang bertunangan.” Ini membuatnya tak bisa berkonsentrasi dalam
mempersiapkan pidatonya dalam kongres putri sedar.
9) Perasaan
Tuti yang terkejut pada saat Supomo yang baru saja mengatakan cinta padanya. Selalu
terpikir dalam hati dan benaknya, dan menanti jawabannya. Kutipan : “….tetapi
meskipun demikian, ketika perkataan yang penting itu keluar dari mulut Supomo
tadi, ia terkejut tiada dapat berkata-kata. Perkataan itu tiada
dijawabnya,teidak terjawab olehnya, meskipun berulang-ulang Supomo
menyatakannya dan meminta jawaban darinya.”
10) Konflik
batin di jiwa Tuti tentang perasaannya terhadap Supomo. Apakah ia akan menerima
atau menolak cinta Supomo. Terjadi gejolak jiwa pada perasaan Tuti yang tak
karuan dan tak menentu itu. Kutipan: “…bagaimana, akan diterimanyakah atau
tiada permintaan Supomo itu….? Kalau tiada diterimanya, apabila lagikah ia akan
bersuami? Usianya sekarang dua puluh tujuh tahun. Siapa tahu, kesempatan ini
ialah kesempatan yang terakhir baginya. Kalau dilepaskan pula, akan terlepaslah
untuk selama-lamanya.”
11) Perasaaan
takut Maria akan kematian mulai menghampirinya ketika ia ingat akan ibunya yang
telah meninggal dunia karena menderita penyakit yang serupa dengannya kini.
Kutipan: “….kadang-kadang teringat ia akan bundanya yang telah beberapa tahun
berpulang. Dalam waktu yang demikian amat terasalah kepadanya kemalangan
dirinya di rumah sakit yang sepi di lereng gunung itu.”
12) Pikirkan
Tuti terhadap kongres yang baru di tinggalkan guna menjenguk adiknya yang
tinggal sendiri kesepian di rumah sakit. Kutipan: “…sedang kereta api berjalan
Tuti terus melamun tentang cita-citanya tentang perkumpulannya, tentang kongres
tahunan yang baru ditinggalkannya…”tetapi tidak,liburnya tinggal hanya seminggu
lagi dan yang seminggu itu hendak dipakainya utnuk menggirangkan hati Maria…..”
13) Kecemasan
da kekawatiran Tuti dan Yusuf melihat kondisi Maria yang makin hari makin
menurun saja. Kutipan : “….Tuti menahan hatinya lagi dan berkatalah ia kepada
Yusuf, “Yusuf, bagaimanakah pikiranmu, masih adakah harapan Maria akan sembuh?
Rupanya sangat mencemaskan. Saya sesungguhnya takut…..”
14) Keinsafan
hati,jiwa dan pikiaran Tuti terhadap kehidupan yang di jalaninya membuatnya
kini mulai berubah pandangan. Kutipan : “perlahan-lahan, hampir tiada di
ketahuinya tumbulah keinsafan di dalam hatinya,.” Tuti merasa dirinya menjadi
manusia yang baru yang lebih lapang hati dan pikirannya.”
15) Kesedihan
dan kekawatiran Yusuf dan Tuti akhirnya terjadi juga. Maria meninggal dunia di
usia 22 tahun. Kutipan : “Maria…Januari 193…usia 22 tahun. Maka selaku
terpekurlah berdiri kedua-duanya memandang ke makam itu, tiada
menggerak-gerakkan dirinya.”
16) Tuti
mendekatkan dirinya kepada Yusuf karena mereka telah bertunangan dan akan
melangsungkan pernikahan seminggu lagi. Maka dari itu sebelum mereka
melangsungkan pernikahan, terlebuh dahulu mereka berziarah ke makam Maria untuk
menghormati pengorbanan dan keikhlasannya merelakan Yusuf bersanding bersama
Tuti yang notabene kakak kandungnya sendiri. Kutipan : “lima hari lagi akan
berlangsung perkawinan mereka di Jakarta. Sebelum perkawinan mereka
berlangsung, pergi dahulu mereka ziarah ke kuburan orang yang sama-sama di
cintainya.”…’’Tuti mendekatkan dirinya kepada Yusuf dan laksana tunangannya itu
sudah tahu akan perasaannya yang berkecamuk dalam hatinya, katanya mesra
berbisik sebagai menyambung. “tetapi Yusuf, hidup kita adalah kerja.” Maka
mereka meninggalakan tempat itu kembali pulang.
d. Perubahan Jiwa Tokoh
1. Semenjak
ibunya meninggal, Tuti semakin pengertian dan bertanggung jawab dalam hal
mengurusi keluarganya.
2. Sikap
Maria yang terpaut pada Yusuf setelah pertemuan di gedung akuarium.
3. Sikap
Yusuf yang gelisah dan menyadari bahwa ia mempunyai perasaan terhadap Maria
semenjak ia sering bertemu Maria.
4. Sikap
Raden Wiriatmaja yang tak memaksakan kehendak pada anak sulungnya. Karena
semenjak sepeninggal mendiang istrinya, urusan rumah beres dikerjakan oleh
Tuti.
5. Kekesalan
Partadiharja pada adiknya Saleh yang lebih memilih hidup di desa dibandingkan
kerja di kantor.
6. Sikap
Tuti yang cenderung menutup hati karena kegagalan pertunangannya dengan
Hambali.
7. Sikap
Tuti yang selalu tak sependapat dengan Maria semenjak Maria menjalin hubungan
dengan Yusuf.
8. Perasaan Tuti yang sakit hati akan perkataan yang dilontarkan
adiknya bahwa cintanya adalah cinta perdagangan yang ditimbang baik buruknya.
9. Sikap
tuti yang kembali perhatian dengan Maria setelah Maria jatuh sakit.
10. Tuti
yang tersadar akan kehidupan di desa yang damai, tak seperti yang ia bayangkan
selama ini.
11. Keikhlasan
Maria yang merelakan Yusuf untuk Tuti.
12. Terbukalah
pintu hati Tuti setelah ia menerima Yusuf untuk menjadi pendampingnya, karena
sayangnya kepada Maria yang tiada terkira dan menganggap Yusuf adalah seorang
yang sepadan dengan pemikirannya.
3) Psikologi Pembaca
Pada
Novel Ini pengarang mengajak pembaca untuk maju dan mengubah
pemikiran-pemikiran lama tentang wanita dulu menjadi wanita modern. Perempuan harus memiliki pengetahuan
yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih
dihargai kedudukannya di masyarakat.
Comments
Post a Comment