Sejarah Sastra ANGKATAN JEPANG (1940-1942)

Zaman jepang adalah suatu zaman dimana bangsa indonesia selama 3,5 tahun dijajah. Selama dipimpin oleh pemerintah jepang, warga indonesia diberikan janji-janji muluk yang menyenangkan. Tahun 1943 jepang mengumpulkan para sastrawan indonesia dan diberi nama “ Kuimin Bunka Shidaseko” (pusat kebudayaan).
Karya sastra pada zaman jepang diwarisi angkatan pujangga baru yang romantis dan idealis tetapi karya tersebut bersifat “realitas dan kritis”.Perkembangan sastra pada zaman itu dapat disebut sastra peralihan dari alam romantis dan alam idealis menjadi alam realitas dan kritis. Pada masa penjajahan jepang, banyak jumlah orang yang menulis sajak dan cerpen, demikian juga sandiwara.Sedangkan roman kurang ditulis.Mungkin karena keadaan sosial dan keadaan perang menuntut supaya orang bekerja serba cepat dan singkat.
Karya sastra pada masa ini dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:
a.       karya sastra dan pengarangnya yang resmi berada di bawah naungan Pusat Kebudayaan Jepang. Mereka menulis sesuai dengan batas-batas yang ditentukan oleh Pusat Kebudayaan Jepang.
b.      kelompok yang tidak mau berkompromi dengan Pusat Kebudayaan Jepang.

A.   Karakteristik Angkatan Jepang 
Corak isi karya sastra zaman jepang, yaitu :
1.        Mencerminkan kekaguman, pujian dan simpati terhadap kegagah beranian tentara jepang melawan musuh, dan diharapkan semangat itu menjadi semangat bangsa Indonesia. 
2.        Keragu - raguan dan kebingungan menghadapi keadaan tak menentu karena kesewenangan jepang.
3.        Rasa benci, dendam dan berontak terhadap keadaan yang mencekam oleh tindakan pendudukan jepang.
4.        Sikap tawakal kepada Tuhan karena terpaksa menahan penderitaan.
5.        Sikap orang berkepala dua yang mengeruk keuntungan dan memanfaatkan situasi.
6.        Pujian terhadap pejuang muda Indonesia yang mulai bangkit
7.        Sikap tegas pemuda indonesia yang bersemangat berjuang untuk mendapatkan kemenangan.
8.        Rasa kebangsaan yang kuat dan bersama - sama berjuang.
9.        Lukisan sederhana dan mengena yang mengungkapkan kehidupan masyarakat yang terpoles oleh pendudukan jepang. 
10.    Simbolik, yaitu lambang atau lukisan mengenai sikap, tingkah laku atau kehidupan dengan menceritakan keadaan hewan atau tumbuhan.



B.     Tokoh-tokoh angkatan jepang (1940-1942) beserta hasil karyanya

a)      Rosihan Anwar.
Pada zaman Jepang menulis sejumlah sajak dan cerpen.Sajak-sajaknya banyak melukiskan perasaan dan semangat pemuda.Cerpennya yang berjudul ‘Radio Masyarakat’ menceritakan kemelut pemuda yang dilanda keraguan atas segala janji-janji kosong dari Jepang.

b)     M.S Ashar
yang pada zaman Jepang menulis beberapa buah sajak menjadi terkenal karena sebuah sajaknya yang berjudul ‘Bunglon’


Penyair wanita zaman Jepang ini menggambarkan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia sebagai ikan dalam akuarium yang dilukiskan dalam prosa liriknya ‘Tengoklah Dunia Sana’.

d)        Nursjamsu.
Pada zaman Jepang menuliskan sejumlah sajak yang melukiskan hati yang diamuk remaja. Pada masa sesudah perang ia menulis cerpen antara lain yang berjudul ‘Terawang’ yang dimuat dalam majalah Gema Suasana (1948).

e)      Amal Hamzah.
Mulai menulis pada zaman Jepang.Ia seorang yang kasar dan sajak-sajaknya sangat naturalistis. Juga dalam sandiwara-sandiwara dan cerita sketsa yang ditulisnya, sensualisme sangat kentara.Sajak-sajak dan karangan-karangan lainnya kembali diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Pembebasan Pertama. Setelah itu ia lebih menaruh minatnya kepada menerjemahkan.Amal Hamzah menulis beberapa sandiwara yang berisi ejekan meleceh para seniman yang menjadi budak Jepang.Tentu saja tidak mungkin dimainkan pada saat itu.

f)  Idrus
Idrus pada zaman Jepang menulis beberapa buah drama, antaranya ‘Kejahatan Membalas Dendam’ yang melukiskan perjuangan pengarang muda menghadapi pengarang kolot dengan kemenangan di pihak pengarang muda, meskipun pengarang si pengarang kolot hendak memakai guna-guna segala.

g)    Usmar Ismail
Usmar Ismail pada zaman Jepang menulis sandiwara kepahlawanan rakyat kepulauan Maluku yang mengadakan perlawanan terhadap Belanda berjudul ‘Mutiara dari Nusa Laut’ lalu dimainkan oleh rombongan sandiwara penggemar ‘Maya’ yang dipimpinannya sendiri. Drama-drama yang ditulis Usmar yang belum dibukukan antara lain ‘Mekar Melati’ dan ‘Tempat yang Kosong’. Tiga drama karangan Usmar berhasil dibukukan dalam satu buku berjudul Sedih dan Gembira (1949) yaitu ‘Api’, ‘Liburan Seniman’, dan ‘Citra’.Dalam

Comments

Popular Posts