Menganalisis Novel Dian yang Tak Kunjung Padam Menggunakan Pendekatan Psikologi
1)
Psikologi
Pengarang
a.
Riwayat
Hidup Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908. Beliau merupakan tokoh pembaharu,
sastrawan, dan ahli tata Bahasa Indonesia.STA masih keturunan keluarga
kerajaan. Ibunya, Puti Samiah adalah seorang Minangkabau yang telah turun
temurun menetap di Natal, Sumatera Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo
Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura yang mendirikan kerajaan Lingga
Pura di Natal.Ayahnya, Raden Alisyahbana yang bergelar Sutan Arbi, adalah
seorang guru.
STA menikah dengan tiga orang
istri serta dikaruniai sembilan orang putra dan putri. Istri pertamanya adalah
Raden Ajeng Rohani Daha (menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun 1935) yang
masih berkerabat dengan STA. Dari R.A Rohani Daha, STA dikaruniai tiga orang
anak yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofjan Alisjahbana.
Tahun 1941, STA menikah dengan Raden Roro Sugiarti (wafat tahun 1952) dan
dikaruniai dua orang anak yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana.
Dengan istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer (menikah 1953 dan wafat 1994), STA
dikaruniai empat orang anak, yaitu Tamalia Alisjahbana, Marita Alisjahbana,
Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana. STA sangat menghormati wanita, ia
mengatakan bahwa wanita adalah motor penggerak dan pendukung dibalik kesuksesan
seorang laki-laki.
Setelah menamatkan sekolah HIS
di Bengkulu (1921), STA melanjutkan pendidikannya ke Kweekschool, Bukittinggi.
Kemudian dia meneruskan HKS di Bandung (1928), meraih Mr. dari Sekolah Tinggi
di Jakarta (1942), dan menerima Dr. Honoris Causa dari Universitas Indonesia
(1979) dan Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia (1987).
Kariernya beraneka ragam dari bidang sastra,
bahasa, dan kesenian.STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai
Pustaka (1930-1933).Kemudian mendirikan dan memimpin majalah Poedjangga Baroe
(1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan
Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929),
dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia
(1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di
Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di
Universitas Andalas, Padang (1956-1958), guru besar dan Ketua Departemen Studi
Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
STA merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia
yang berpandangan liberal.Berkat pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi
sekaligus pro-Barat, STA sempat berpolemik dengan cendekiawan Indonesia
lainnya.STA sangat gelisah dengan pemikiran cendekiawan Indonesia yang
anti-materialisme, anti-modernisasi, dan anti-Barat.Menurutnya, bangsa
Indonesia haruslah mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi,
memodernisasi pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat.
Dalam kedudukannya sebagai penulis ahli dan
kemudian ketua Komisi Bahasa selama pendudukan Jepang, STA melakukan
modernisasi Bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang
menjadi pemersatu bangsa.Ia yang pertama kali menulis Tata Bahasa Baru Bahasa
Indonesia (1936) dipandang dari segi Indonesia, yang mana masih dipakai sampai
sekarang. Serta Kamus Istilah yang berisi istilah-istilah baru yang dibutuhkan
oleh negara baru yang ingin mengejar modernisasi dalam berbagai bidang. Setelah
Kantor Bahasa tutup pada akhir Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi
perkembangan Bahasa Indonesia melalui majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan
dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan, STA adalah pencetus Kongres Bahasa
Indonesia pertama di Solo. Pada tahun 1970, STA menjadi Ketua Gerakan Pembina
Bahasa Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa-bahasa Asia tentang
The Modernization of The Languages in Asia (29 September-1 Oktober 1967).
Selain sebagai ahli tata Bahasa Indonesia,
STA juga merupakan seorang sastrawan yang banyak menulis novel.
Beberapa contoh novelnya yang terkenal yaitu Tak Putus Dirundung Malang (1929),
Dian Tak Kunjung Padam (1932), Layar Terkembang (1936), Anak Perawan di Sarang
Penyamun (1940), dan Grotta Azzura (1970 & 1971).
STA menghabiskan masa tuanya di rumah, di Indonesia.Rumahnya sangat
asri dan penuh dengan tanaman serta pepohonan.STA membiarkan hewan-hewan
ternaknya berkeliaran di halaman belakang rumahnya yang luas, seperti angsa dan
ayam.STA mengisi waktu luangnya dengan membaca dan menulis, serta berenang di
kolam renang yang dibuatkan oleh anak-anaknya untuk menjaga kesehatan tubuh.
STA meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 pada usia 86 tahun.
b.
Pemikiran STA Tentang Novel Dian yang Tak Kunjung Padam
STA lewat tokoh Molek ingin
menunjukkan bahwa manusia itu sama saja. Novel setebal 134 halaman dan berlatar
awal abad ke-19 ini oleh STA berusaha menembus celah adat-istiadat yang kaku di
Palembang.STA berusaha mendobrak kelas sosial yang berbeda antara manusia.
Penulis ingin menyatakan bahwa manusia itu sama. Bagi STA lewat tokoh Molek
menganggap bahwa cinta yang suci datang dari Allah dan tak berpenghalang oleh
apapun dan siapapun.
c.
Hubungan
Tema dengan Pemikiran Penulis
Kecenderungan STA seperti ini terlihat juga dalam novel
Dian yang Tak Kunjung Padam. Ini cerita tentang romantisisme si pungguk merindukan
bulan. Tema utama adalah masalah yang muncul dari jarak sosial karena perbedaan
keturunan, perbedaan kota desa, dan perbedaan kelas ekonomi. Novel ini pun
penuh dengan suasana sedih diselang-selingi peristiwa-peristiwa melodramatis.
2) Psikologi Karya Sastra
a. Sinopsi
Novel Dian yang Tak Kunjung Padam
Yasin merupakan
anak tunggal dari keluarga uluan. Dia seorang pemuda yang baru berumur dua
puluh tahun.Sekarang tinggalah ia berdua saja dengan ibunya.Ketika ia berumur 9
tahun ayahnya meninggal dunia. Setiap hari Yasin dan ibunya berjualan hasil
kebun ke enam belas ilir, sungai musi palembang Suatu pagi ketika perahu Yasin
melewati sebuah rumah besar ia melihat seorang yang termashur cantik di negeri
itu. Gadis itu bernama molek.Ia baru berumur 17 tahun. Ia anak dari Raden
Mahmud yang terkenal kaya raya. Semenjak itu, setiap Yasin melewati rumah Molek
mereka saling berpandangan, Tanpa saling mengenal, mereka saling jatuh
cinta.Akhirnya pada suatu hari mereka ketemuan.Setelah betemu dengan Molek,
Yasin kembali ke panggiran.Selang beberapa waktu ibu Yasin, bibi Munah, ayah
dan bunda pesirah Thalib datang meminang Molek.Tapi mereka pulang dengan tangan
hampa, karena Cek Sitti berterus terang bahwa Molek tidak dapat diserahkan
kepada orang Uluan.Ia menangis dan menangis akhirnya ibunya tahu, kalau Molek
menangis karena ibunya menolak pinangan keluarganya Yasin. Setelah tahu hal
itu, ibunya Molek menjadi marah dan murka. Kemudian ia pun memberitahu Raden
Mahmud. Ayahnya sangat marah kepada Molek.Ia ditampar, ditempeleng dan mengatai
Yasin dengan kata-kata yang pedas. Molek dibenci oleh orangtuanya, seolah-olah
ia melakukan dosa besar. Ayahnya mengancam, kalau Yasin datang lagi menemui
Molek, maka ia akan binasa.
Pada suatu hari
Molek dipinang oleh Syaid Mustafa, yaitu seorang arab yang ternama kaya dan
berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima. Walaupun ia bukan keturunan
nabi atau berasal dari tanah suci. Molek dan Yasin putus asa dengan keadaannya.
Pada malam esoknya ia akan dikawinkan, Molek ingin bertemu dahulu dengan Yasin.
Akhirnya merekapun bertemu.Mereka saling melepas rindu.Namun ketika pertemuan
itu berlangsung tiba-tiba ombak menghantam perahu Yasin sehingga mereka
berpisah.Setelah pernikahan itu, orangtua Molek pergi untuk beribadah
haji.Sejak menikah Molek sering termenung dan sendiri. Suaminya tidak
mencintai, ia sering ditinggal suaminya itu. Ternyata dia hanya ingin menguasai
harta dan kekayaan orang tua Molek saja, bahkan suaminya itu tak menafkahinya
sehingga ia sangat menderita. Dalam kesendiriannya itu, Molek menulis surat
buat Yasin; isi surat itu, menyatakan penderitaan Molek selama ini dan ingin
bertemu dengan Yasin. Sebenarnya pertemuan itu pertemuan terakhir. Setelah
menerima surat dari Molek, Yasin dengan segera menemui Molek. Dalam pertemuan
itu, Molek menjatuhkan diri memeluk kaki Yasin.Ia meminta maaf karena telah
menikah dengan laki-laki lain. Perlahan Yasin mengangkat tubuh Molek dan
memeluknya.Sambil berkata bahwa Molek tidak bersalah.Tapi Molek tiba-tiba
menjadi kasar kepada Yasin.Ia mnyuruh Yasin untuk pergi meninggalkannya. Yasin
terkejut dengan sikap Molek itu.Ia pun pegi meninggalkan rumah Molek. Setelah
kejadian itu, ia menemukan sebuah surat terakhir dari Molek. Isi surat itu
yaitu demi menjaga kemuliaan cintanya kepada Yasin lebih baik ia berputih
tulang.
Surat pertama
dari Yasin ia bawa ke liang lahatnya dan Molek pun menulis kalau ia akan
menunggu Yasin di akhirat. Yasin ingin menggagalkan niat kekasihnya itu namun
ia gagal. Esoknya ia mengetahui kalau Molek telah meninggal dunia. Beberapa
hari Yasin tinggal di kuburan Molek bersama-sama dengan orang yang mengaji buat
arwah Molek. Beberapa minggu sesudah itu Yasin pulang ke dusunnya Beberapa lamanya yasin tinggal bersama-sama
ibunya di sungai Lematang. Suatu hari ibunya sakit, lalu dibawanya ke dusun
Gunung Megang.Disanalah ibunya berpulang dan beberapa hari sesudah itu
hilanglah Yasin dari dusun kecil itu dan seorang pun tahu kemana peginya Yasin.
Pada suatu tempat rimba lebat di gunung Seminung, di pekan dusun Sukau
tinggalah seorang laki-laki telah lanjut dan ia adalah Yasin. Disana Yasin
bersahabat dengan anak muda yang bernama Rahma.Yasin menjadi orang tua yang
saleh dan taat beribadah.Suka menolong siapapun dengan segala tenaganya tanpa
pamrih. Hidupnya aman dan sentosa seakan-akan setiap waktu disinari oleh cahaya
ilahi.Sinopsis Novel Dian Yang Tak Kunjung Padam
b. Analisis
Terhadap Penokohan (watak)
No
|
Nama Tokoh
|
Perwatakan Tokoh
|
1.
|
Yasin
|
Rajin, Penyayang, saleh, taat beribadat dan suka menolong
|
2.
|
Molek
|
cantik, baik, rendah hati
|
3.
|
Ibunda yasin
|
bijaksana, baik, penyayang
|
4.
|
Cek sitti
|
Sombong, penyayang
|
5.
|
Raden mahmud
|
kasar, egois, sombong
|
6.
|
Sayid mustafa
|
Kikir
|
Kutipan
Penokohan
1) Yasin : Rajin, penyayang, saleh, taat
beribadat dan suka menolong.
“Sebenarnya dari
kecil ia biasa bekerja membanting-tulang menolong orang tuanya mencari nafkah.”
Halaman 2
“Yasin amat
kasih kepada bundanya itu. Dengan segala tenaga diusahaannya, supaya perempuan
tua itu selamat dan sentosa hidupnya pada hari akhirnya.” Halaman 3
“siapakah yang
tiada tahu akan Yasin orang tua yang saleh dan taat beribadat itu, yang suka
menolong siapa juapun dengan segala tenaganya, tak memandang untung atau laba.”
Halaman 154
2) Molek : Cantik, baik , rendah hati.
“sesungguhnya
perawan itu tiada berdandan, jauh dari berhias, tetapi kecantikan sejati, tiada
cacat oleh kecantikan dandan, tiada pucat oleh ketiadaan sunting dan perhiasan,
bahkan dalam keadaannya yang bersahaja itu sunyi dari buatan dan tambahan,
lebih permai, lebih semarak kelihatan.” Halaman 5
“Raden Mahmud
dengan isterinya amat sayang pada anaknya yang seorang itu, karena perangainya
amat berbeda dengan yang lain. Ia rendah hati, pengiba dan penyayang baik pada
manusia maupun pada hewan.” Halaman 8
3) Ibunda
Yasin : bijaksana, baik, penyayang
”Hal itu tidak
dapat kita percakapkan, karenasi telah menjadi bubur, tak dapat diubah
lagi.Sekarang hanya harus kita pikirkan jalan manakah yang sebaiknya kita
lalui, supaya cita-cita Yasin sampai jua.” Halaman 77
“tetapi seorang
ibu yang penuh kasih sayang tahu setiap waktu akan keadaan anaknya tiap2
perubahan bagaimana juapun kecilnya, baik lahir maupun batin tiada luput dari
matanya yang senantiasa menyinarkan cahaya cinta itu.” Halaman 38
4) Cek
Sitti : Sombong, penyayang
“Sitti berkata
terus terang, bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat diserahkan kepada orang
Uluan.Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia pula.” Halaman 81
“kemudian
berkatalah ia dengan riangnya sambil tersenyum seperti akan melipurkan hati
anaknya itu: Molek, tahukah engkau! Tadi datang tiga orang perempuan Uluan
kemari akan meminangmu. Tiada gelikah engkau memikirkannya.Ibung2 telah berani
meminta engkau akan jadi istri anaknya.” Halaman 88
“engkau hendak
bersuamikan si Ulu busuk itu. Sungguh, engkau telah gila. Untuk penyapu rumahku
ini lagi tak mau akan menerima orang Uluan. Jangan lagi untuk menjadi suami.”
Halaman 89
5) Raden
Mahmud : kasar, egois, sombong
“Ya, padaku
jangan dicobanya sekali lagi serupa itu,” Ujar Raden Mahmud. “orang lain
biarlah orang lain, tetapi aku tak mau didekati si Ulu pongah itu, meski
bagaimana juapun ber-dering2 perak dan emasnya. Anakku biarlah tiada bersuami
sampai tuanya, dari pada aku menerima orang Uluan serupa itu menjadi menantu.”
Halaman 85
“Raden Mahmud
tak ter-kira2 panas hatinya mendengar kata anaknya itu.Dengan jalan apa juapun
mereka mesti memaksa Molek kawin dengan Sayid Mustafa orang Arab yang Kaya
itu.” Halaman 106
“ayahnya sangat
marah kepadanya, sehingga tak sedikit juapun tampak kasih sayangnya. Ia
ditampar, ditempelengnya, dan berbagai perkataan yang pedih2 dikatakannya
terhadap kepada Yasin kekasihnya itu.” Halaman 91
6) Sayid
Mustafa: kikir
“Dalam pada itu
kikirnya tiada ter-kira2.Belanja yang ditinggalakannya se-hari2 pada Molek amat
sedikit, hampir2 tiada cukup untuk makan mereka berdua.”Halaman 126
c. Analisis Nilai-nilai psikologis (konflik
batin antar tokoh)
1) konflik
umum
a.
ketika yasin
mengutarakan isi hatinya kepada ibunya tentang perasaanya kepada molek putrid
raden Mahmud.
“beberapa lama yasin menundukkan kepalanya
melihat batu-batu kecil ditepi air yang bercahaya –cahaya rupanya disinari
matahari. Sekonyong-konyong iapun memalingkan mukanya kepada mata ibunya yang
terang dan tajam, seakan a-akan mengamat-amati berubah atau tidakah ia
mendengar perkatannya:” bunda sejak kita pergi kepalembang baru ini, aku jatuh
cinta kepada anak Raden Mahmud” mata
perempuan tua itu pun terbelalak, tetapi yasin segera menyambung perkatan
nya: “ya anak Raden Mahmud saudagar yang
kaya itu. Tetapi ibu tak boleh heran, ibu tak boleh menyangkal ibu harus
menerima hal itu seperti aku menerima dia”. Halaman 41
b. Ketika
ibunda yasin dan sanak keluarga pergi melamar molek namun pada akhirnya
lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh
orang tua molek.
“belum selang beberapa lama ibu yasin
dengan dua orang perempuan lain dan seorang laki-laki turun dari rumah yang
besar itu, balik dari meminang molek. Mereka pulang dengan hampa tangan, karena
cek sitti berkata terus terang, bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat
diserahkannya kepada orang uluan.Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia
pula”. Halaman 81
2) konflik
pribadi tokoh
c. ketika
molek bersedih memikirkan nasib cintanya dengan yasin yang terhalang karena
kebangsawanan nya.
“dengan tiada dirasanya
meleleh air matanya di pipinya yang lembut itu. Sungguh iba hatinya memikirkan
kemalangannya itu, kebangsawan, kebangsawan yang menjadi kemegahan dan kemulian
orang itu , terasa kepada molek sebagai suatu beban yang berarti hidupnya.
Mengapakah ia turun kedunia sebagai orang bangsawan baginya lebih baik, lebih
mujur dan berbahagia ia lagi, kalau ia lahir sebagai orang biasa, orang yang
tiada meninggi-ninggikan dirinya, karena keturunan, keturunan yang pada
hakikatnya hampa kosong itu. O, kalau ia lahir sebagai orang kebanyakan, orang
yang tiada berbangsa berapalah beruntung dirinya! Jurang, jurang yang dalam,
yang menceraikan dia dengan kekasihnya itu, tentu takan ada.Pastilah dapat ia
hidup berbahagia dengan buah hatinya itu”. Halaman 84
d. ketika
molek telah benar-benar hancur dan dia memutuskan untuk meninggalkan dunia agar
ia bisa tenang hidupnya
“kakandaku, jiwaku!
Mengapakah tiap-tiap perceraian itu penuh kesedihan, seakan-akan penderitaan
yang sudah-sudah belum cukup beratnya. “aku tiada menaruh dendam dan dengki
tiada pada orang tuaku yang menyebabkan sekalian penderitssn ini dan tiada pula
pada suami duniaku yang menjadikan aku perkakas untuk mencapai napsu
keduniaanya pada masa aku hendak meninggalkan dunia yang fana ini, harus aku
bersihkan dulu diriku dari sekalian yang rendah dan tiada layak itu, agar tak
ada yang menghalangi aku berpindah ketempat ruh dan arwah dengan wajah kakanda
yang mulia itu”. Halaman 143
c. Perubahan Jiwa Tokoh
1) Yasin
a. Setelah
yasin meninggalkan Palembang ada yang berubah di diri yasin.
b. Saat
menari terlihat yasin tidak seperti biasanya, gerak tangan dan badannya kaku,
padahal ia seorang yang lemas dan ringan.
c. Saat
gadis penanggiran mengajak bicara kepada yasin tetapi yasin hanya dapat mengeluarkan
suara yang perlahan-lahan dan tak tentu bunyinya.
d. Saat
orang-orang bersuka cita, senyum berbahagia yang terasa kepada yasin sebagai lecut
cambuk yang pedih.
2) Molek
e. Molek
heran memikirkan apa yang terjadi atas dirinya.
f. Sebelum
membaca surat molek kegirangan namun saat kesudahannya bercucurlah air matanya,
apalagi penghabisansurat itu amat memilukan hatinya.
g. Setelah
molek menikah, ia amat pedih hancur kalbunya menahan siksa peralatan kawinannya
dan kadang-kadang ia hampir putus asa.
h. Setelah
menikah molek bukanlah molek yang dahulu lagi, molek yang sekarang telah menjadi
seorang perempuan yang lisut dan tiada berseri lagi tetapi bukan hanya lahirnya
ia berubah pada batinnya pun ia bukan molek yang dahulu lagi.
i.
Molek yang lemah lembut,
dan sabar itu sekonyong-konyong telah berubah menjadi ganas dan kejam.
3) Psikologi Pembaca
Pada Novel Ini pengarang mengajak
pembaca untuk menghargai perasaan yang dirasakannya, bahwa mencintai seseorang
haruslah tulus, tanpa memandang perbedaan derajat. Dalam Dian yang Tak
Kunjung Padam Molek tak
kuat menahan gejolak rindunya pada Yasin dan mati setelah mereka bertemu. Hal
ini membawa perasaan pembaca dalam suasana miris yang
Comments
Post a Comment