Sejarah Sastra ANGKATAN 60 – REFORMASI

1.        ANGKATAN ‘66

Lahirnya angkatan ’66 ini didahului adanya kemelut dalam segala bidang kehidupan di Indonesia yang disebabkan ulah teror politik yang dilakukan PKI dan ormas-ormas yang bernaung dibawahnya. Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B. Jassin oleh karena itulah diberi nama sastra H.B Jasin. Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan politik bangsa Indonesia yang sedang kacau karena adanya teror dari PKI.

            Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan bangsa Indonesia kacau dalam bidang kesenian dan kesusatraan. Akibatnya kelompok Lekra di bawah PKI bersaing dengan kelompok Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian, dan pembangunan bangsa dan Pancasila. Tumbuhnya angkatan ’66 sejalan dengan tumbuhnya aksi-aksi sosial politik di awal angkatan ’66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura. Lahirnya angkatan ini juga dilatarbelakangi oleh perlawanan terhadap penyelewengan-penyelewengan pimpinan-pimpinan negara demi kepentingan pribadi dan golongan.

Peristiwa politik yang terjadi berimplikasi pada paham sastra yang berkembang pada masa itu. Terjadi dua kutub pemikirian politik yang tekumpul dalam dua kelompok, yaitu golongan penulis yang terkumpul dalam Lekra dan para seniman penanda tangan manifest kebudayaan. Selain itu, terdapat juga sastrawan yang tidak terkumpul pada keduanya yang tetap pada posisi netral.

Angkatan ini sering juga disebut dengan angkatan kontemporer dan angkatan manifes. Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra

Majalah Horison terbit pada bulan Juli 1966. Penerbitnya adalah yayasan Indonesia yang didirikan pada 31 Mei 1966. Visi majalah Horison adalah mengembalikan krisis budaya yang telah terjadi selama belasan tahun dengan harapan tumbuhnya semangat baru untuk memperjuangkan demokrasi dan semangat manusia Indonesia.

Majalah Horison mengutamakan sastra berupa cerpen, sajak, kritik sastra, dan esai. Majalah ini banyak memperoleh sambutan hangat dari para pengarang baik yang sudah terkenal maupun yang baru memuali karirnya. Di luar majalah Horison juga mulai terbit kembali Koran-koran yang pernah dilarang terbit, seperti Merdeka, Indonesia Raya, Kompas, Berita Yudha, Angkatan Bersenjata, dan Suara Karya.

A. Karakteristik Angkatan ‘66
Ø  Puisi
1)      Struktur Estetik
a.       Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada
b.      Gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada
c.       Gaya ulangan (paralelisme) mulai berkembang
d.      Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya angkatan 45

2)      Struktur Ekstraestetik
a.       Sesuai dengan sejarah nasional, tema utama dalam Angkatan 66 adalah perlawanan terhadap tirani pemerintah orde lama, misalnya sajak-sajak demonstrasi dari Taufiq Ismail, Mansur Samin,  Bur Rasuanto, dsb. Khusus Taufiq Ismail, sajak-sajak demonstrasi tersebut terkumpul dalan Tirani dan Benteng yang kemudian dikumpulkan menjadi Tirani dan Benteng (Rosidi, 1983: 168-9).
b.      b. Tema kemuraman karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan.
c.       c. Sajak-sajak yang mengungkapkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan yang tinggi antara kaya dan miskin, dan kemakmuran yang tidak merata.
            d.  Cerita-cerita rakyat menjadi tema-tema balada.
 
B. Tokoh Sastrawan periode 60
1)      Taufik Ismail
·         Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
·         Tirani dan Benteng
·         Buku Tamu Musim Perjuangan
·         Sajak Ladang Jagung
·         Kenalkan
·         Saya Hewan
·         Puisi-puisi Langit

2)      Goenawan Mohamad
·         Parikesit (1969)
·         Interlude (1971)
·         Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
·         Seks, Sastra, dan Kita (1980)

3)      Hartoyo Andangjaya
·         Perempuan-perempuan Perkasa
·         Rakyat
·         Sebuah Lok Hitam
·         Buat Saudara Kandung
·         Buku Puisi (1973)

4)      Sapardi Djoko Damono
·         Dukamu Abadi (1969)
·         Mata Pisau (1974)

5)      Arifin C. Noer
Dalam Langgar, Dalam Langgar Purwadinatan, naskah drama Telah Datang Ia, Telah Pergi Ia, Matahari di Sebuah Jalan Kecil , Monolog Prita Istri Kita dan Kasir Kita (1972, Tengul (1973), Kapai-kapai (1970), Mega-mega (1966), Umang-umang (1976), Sumur Tanpa Dasar (1975), Orkes Madun, Aa Ii Uu, Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi, Ozon. Karya-karyanya yang lain: Nurul Aini (1963); Siti Aisah (1964); Puisi-puisi yang Kehilangan Puisi-puisi (1967).

6)      Satyagraha Hurip
Pada Titik Kulminasi, kumcerpen Tentang Delapan Orang, novel Sepasang Suami Istri (1964), Resi Bisma (1960), serta menyunting antologi esai Sejumlah Masalah Sastra (1982). Karya-karyanya yang lain: Burung Api (cerita anak-anak, 1970); Sarinah Kembang Cikembang (kumcerpen, 1993). Satyagraha adalah editor buku Cerita Pendek Indonesia I – IV (1979) dan penulis terjemahan Keperluan Hidup Manusia (novel Leo Tolstoy, 1963).

7)      Bur rasuanto
·         Bumi yang Berpeluh tahun 1962
·         Mereka Akan Bangkit tahun 1963

8)      Rahmat Djoko Pradopo
Antologi puisi Matahari Pagi di Tanah Air (1967), Hutan Bunga (1990); Jendela Terbuka (1993). Sebagai ahli sastra, Rahmat menulis buku berjudul Pengkajian Puisi (1987); Bahasa Puisi Nyanyi Sunyi dan Deru Campur Debu (1982); Beberapa Teori Sastra, Metode Kreitik dan Penerapannya (1995).

9)      Mansur Samin
Kumpulan sanjaknya Perlawanan (1966) dan Tanah Air (1969) merupakan sanjak-sanjak demonstrasi atau rekaman peristiwa kebangkitan Orde Baru, sebagaimana Tirani dan Benteng karya Taufiq Ismail dan Mereka Telah Bangkit karya Bur Rasuanto. Juga menulis antologi puisi Dendang Kabut Senja (1969), Sajak-sajak Putih (1996), drama Kebinasaan Negeri Senja (1968) Cerkan-cerkannya antara lain: Si Bawang, Telaga di Kaki Bukit, Gadis Sunyi, Empat Saudara, Berlomba dengan Senja.

10)  Titie Said Sadikun
menulis kumpulan cerpen Perjuangan dan Hati Perempuan (1962), novel Jangan Ambil Nyawaku (1977), Lembah Duka, Fatimah yang difilmkan menjadi Budak Nafsu, Reinkarnasi, Langit Hitam di Atas Ambarawa.

11)  Titis Basino PI
·      Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)                               
·      Lesbian (1976)                                                    
·      Bukan Rumahku (1976)                                      
·      Pelabuhan Hati (1978)                                              
·      Pelabuhan Hati (1978)

12)  Mira Widjaja
·         Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi 
·         Kemilau Kemuning Senja (sudah di filmkan)
·         Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi (sudah di filmkan)
·         Ketika Cinta Harus Memilih (sudah di filmkan)
·         Permainan Bulan Desember (sudah di filmkan)
·         Tak Kupersembahkan Keranda Bagimu (sudah di filmkan)

2.        ANGKATAN ’70 – 80

Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik di bidang puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai terlihat setelah gagalnya kudeta G 30 S/PKI. Abdul Hadi W.M. dan damai Toda menamai sastra Indonesia modern pada tahun 1970-an dengan sastra periode 70-an. Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas berupa kemungkinan bentuk baik prosa, puisi drama semakin tidak jelas. Korrie Layuan Rampan cenderung menamai Sastra Indonesia sesudah angkatan ‘45 dengan nama angkatan ‘80. Perbedaan esensial antara kedua versi tersebut hanyalah pemberian nama saja, karena keduanya memiliki persamaan, yaitu:

a.         Keduanya tidak mengakui adanya angkatan ‘66 yang dicetuskan oleh HB. Jassin.
b.         Keduanya meyakini adanya pergeseran wawasan estetik sesudah angkatan ’45.
c.         Keduanya memiliki persamaan pandangan tentang tokoh-tokoh pembaruan Sastra Indonesia Modern sesudah angkatan ’45.

Periode 70-80an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain; wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusaha untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.
Periode 70-80an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan. Para sastrawan mengikuti perkembangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreativitas untuk berkarya. Banyak karya sastra yang dijadikan drama drama radio. Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan oleh karena itulah disebut dengan satra percintaan.
A.    Karakteristik Angkatan ’70-80
a.       Di dominasi oleh karya sastra puisi, prosa dan drama, sajak, film, dan esay.
b.      Penuh semangat eksperimentasi dalam berekspresi, merekam kehidupan .masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran dan penghayatan  modernitas.
c.       Muncul para pembaharu sastra Indonesia dengan karuya-karyanya yang unik dan segar .
d.      Puisi yang dihasilkan bercorak spritualreligius. Misalnya; Kubakar Cintaku Karya Emba Ainun Najib.
e.       Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.
f.       Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi.

B.     Tokoh Sastrawan periode ‘70-80
a.         Putu Wijaya
           
§  Orang-orang Mandiri (drama)
§  Lautan Bernyanyi (drama)
§  Telegram (novel)
§  Aduh (drama)
§  Pabrik (novel)
§  Stasiun (novel)
§  Hah (novel)
§  Keok (novel)
§  Anu (drama)
§  MS (novel)
§  Sobat (novel)
§  Tak Cukup Sedih (novel)
§  Dadaku adalah perisaiku (kumupulan sajak)
§  Ratu (novel)
§  Edan (novel)
§  Bom (kumpulan cerpen)
b.      Iwan Simatupang
§  Merahnya Merah (roman)
§  Kering (roman)
§  Ziarah (roman)
§  Kooong (roman)

c.       Danarto
§  Godolb (kumpulan cerpen)
§  Obrok owok-owok, Ebrek ewek-ewek (drama)
§  Adam ma’rifat (kumpulan cerpen);
§  Berhala
§  Orang Jawa Naik Haji (1984)
§  Bel Geduwel Beh (1976) Budi Darma
§  Solilokui (kumpulan essai)
§  Olenka (novel)
§  Orang-orang Bloomington (kumpulan cerpen)

d.      Umar Kayam
§  Seribu Kunang-kunang di Matahari (kumpulan cerpen);
§  Sri Sumarah dan Bawuk (kumpulan cerpen)
§  Totok dan Toni (cerita anak-anak)
§  Seni, Tradisi, Masyarakat (kumpulan essai)
§  Para Priyayi (novel)
§  Lebaran di Karet, di Karet. - (kumpulan cerita pendek);
§  Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
§  Kelir Tanpa Batas
§  Jalan Menikung.

e.       Sutardji Calzoum Bachri
§  Amuk ( kumpulan sajak)
§  Kapak (kumpulan sajak)

f.       Darmanto Jatman
§  Sajak-sajak Putih (kumpulan sajak)
§  Dalam Kejaran Waktu (novel)
§  Bangsat (kumpulan sajak)
§  Sang Darmanto (kumpulan sajak)
§  Ki Balaka Suta (kumpulan sajak)

g.      Linus Suryadi
§  Langit Kelabu (kumpulan sajak);
§  Pengakuan Pariyem (novel)
§  Syair-syair dari Jogja (kumpulan sajak);
§  Perang Troya (cerita anak);
§  Dari Desa ke Kota (kumpulan essai);
§  Perkutut Manggung (kumpulan sajak)
§  Gerhana Bulan (kumpulan sajak).

h.      Arsendo Atmowiloto
§  Lawan Jadi Kawan (cerita anak)
§  Bayang-bayang Baur (novel)
§  Teu Cireus (novel)
§  Surat dengan Sampul Putih (kumpulan cerpen)
§  Saat Kau Berbaring di dadaku (novel)
§  2 x cinta.

i.        Y.B Mangunwijaya
§  Teknologi dan Dampak Kebudayaannya (essai)
§  Sastra dan Religiusitas (kumpulan essai)
§  Roro Mendut (roman)
§  Puntung Roro Mendut (roman)
§  Ragawirdya (novel)
§  Fisika Bangunan (buku teks)
§  Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa (novel).

j.        Abdul Hadi WM
§  Laut Belum Pasang (kumpulan sajak);
§  Cermin (kumpulan sajak);
§  Potret Seorang Pengunjung Pantai Sanur (kumpulan sajak);
§  Meditasi (kumpulan sajak);
§  Tergantung pada Angin (kumpulan sajak);
§  Manusia dalam Sastra Indonesia Muttakhir (kumpulan essai);
§  Zaman Edan dan Sastra Frustasi (kumpulan essai).

k.      W.S Rendra
§  SLA (drama terjemahan);
§  Informan ( drama terjemahan);
§  Blues untuk Bonnie (kumpulan sajak);
§  Sajak-sajak Sepatu Tua (kumpulan sajak);
§  Oidipus Sang Budha (drama terjemahan);
§  Antigone (drama);
§  Potret Pembangunan dalam Puisi (kumpulan sajak).


3.        ANGKATAN REFORMASI

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.

Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

A.      Karakteristik Angkatan Reformasi
a.       Menggunakan kata-kata maupun frase yang bermakna konotatif
b.      Banyak menyindir keadaan  sekitar  baik sosial, budaya, politik, atau lingkungan
c.       Kritik sosial sering muncul lebih keras
d.      Penggunaan estetika baru
e.       Mulai bermunculan fiksi-fiksi islami,
f.       Munculnya cyber sastra di Internet
g.      Ciri-ciri bahasa diambil dari bahasa sehari-hari yaitu kerayatjelataan,

B.       Tokoh Sastrawan Angkatan Reformasi

a.         Widji Thukul
§  Puisi Pelo
Darman

Comments

Post a Comment

Popular Posts