Sejarah Sastra ANGKATAN 1950
Sastra angkatan 50 dilatar belakangi oleh keadaan
Indonesia yang pada saat itu mengalami perubahan yang cukup drastis, yakni dari
transisi penjajahan berdarah menuju ke kemerdekaan cemerlang. Tentunya suasana
tersebut, para sastrawan mulai memikirkan ciri khas sastra pada angkatan 50-an
dan masalah kebudayaan yang sedang dialami Indonesia untuk membedakannya dari
angkatan sastra sebelumnya.
Para sastrawan juga mulai mencari bahan-bahan yang
merujuk pada kebudayaan Indonesia yang murni dan membebaskannya dari pengaruh
budaya asing setelah penjajahan.
H.B.
Jassin adalah seorang pengarang, penyunting,
dan kritikus sastra ternama dari Indonesia. dapat dikatakan sebagai pelopor
angkatan 50 karena angkatan 50-an ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra
“Kisah” yang ditanganinya.
A.
Karakteristik Angkatan 1950
Adapun ciri-ciri dari sastra
angkatan ini adalah sebagai berikut :
1.
Umumnya karya sastrawan sekitar
tahun 1950-1960-an;
2.
Sampai tahun 1950-1955,
sastrawan angkatan ‘45 juga masih menerbitkan
karyanya;
3.
Corak karya cukup beragam,
karena pengaruh faktor politik/idiologi partai;
4.
Terjadi peristiwa G 30 S/PKI
sehingga sastrawan Lekra disingkirkan;
5.
Gaya epik (be:rcerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang lebih
sederhana dari puisi lirik;
6.
Gaya mantra mulai tampak
balada-balada;
7.
Gaya ulangan mulai pada
berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45);
8.
Gaya puisi liris pada umumnya
masih meneruskan karya gaya angkatan 45;
9.
Gaya slogan dan retorik makin
berkembang.
Cirri
struktur estetik :
a) Puisi
1)
Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan
balada, dengan gaya yang lebih sederhana dari puisi lirik.
2)
Gaya mantra mulai tampak balada-balada
3)
Gaya ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan
45)
4)
Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45.
5)
Gaya slogan dan retorik makin berkembang.
b) Prosa
Dalam hal prosa, cirri-ciri struktur estetik
angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada dasarnya tak
ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru tampak jelas dalam periode
70. Hanya saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50
ini adalah gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan
cerita saja, tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau
pandangan-pandangan semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme
yang hanya menyajikan imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran,
tema, kesimpulan, terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya. Inilah yang
merupakan perbedaan pokok dengan cerita rekaan angkatan 45 misalnya jelas
seperti cerpen-cerpen Subagio Sastrowardojo, Trisnojuwono, dan Umar Kayam.
Dengan hanya disajikannya cerita murni ini, maka alur menjadi padat.
Ciri-ciri
ekstra estetik :
a) Puisi
1)
ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh
penderitaan
2)
mengungkapkan masalah-masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan
kaya miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup
3)
banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai
pokok-pokok sajak balada.
b) Prosa
1)
cerita perang mulai berkurang
2)
menggambarkan kehidupan sehari-sehari
3)
kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap seperti tampak dalam novel
Toha Mochtar pulang, Bokor Hutasuhut : Penakluk Ujung Dunia, dan cerpen-cerpen
Bastari Asnin : Di Tengah Padang dan cerpen-cerpen Bastari Asnin Di Tengah
Padang dan cerpen-cerpen Yusah Ananda
4)
banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik. Visi-misi dari
angkatan 50 ini adalah : Memantulkan kehidupan masyarakat yang masih harus
terus berjuang dan berbenah di awal-awal masa kemerdekaan lewat karya sastra.
Menghadirkan karya sastra Indonesia dengan menggunakan bahan dari sastra dan
kebudayaan Indonesia sendiri.
B. Sastrawan periode angkatan 50-an dan karyanya
1)
W.S. Rendra
Karya
sastranya :
a) Balada orang-orang tercinta (1957)
b) Empat
(kumpulan sajak, 1961)
c) Ia sudah bertualang (1963)
2)
Ajip
Rosidi
Karyanya
yang telah terbit adalah:
a) Tahun-tahun Kematian (1955),
b) Pesta (1956),
c) Di Tengah Keluarga (1956),
d) Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1968),
e) Perjalanan Penganten (1958),
f) Cari Muatan (1959),
g) Cerita Pendek Indonesia (1958),
h) Surat Cinta Endaj Rasidin (1960).
3)
A.A
Navis
Karya
karya A.A Navis adalah:
a) Robohnya surau kami (1956)
b) Bianglala (1963)
c) Hujan panas (1963)
d) Kemarau (1967).
4)
Trisnojuwono
Cerpennya
yang lain adalah:
a) Angin laut (1958)
b) Di Medan Perang (1962)
c) Madu (1962)
d) Kisah-kisah Revolusi (1965)
e) Biarkan Tjahaja Matahari Membersihkanku
dulu (1966).
5)
N.H.
Dini
Karya
sastranya adalah:
a) Dua Dunia (1956)
b) Hati jang Damai (1961).
6)
Ramadhan
K.H
Karyanya
adalah:
a) Priangan Sidjelita (1958).
7)
Subagio
Sastrowardojo
Karyanya
adalah:
a) Simphoni (1957),
b) Kedjantanan di Sumbing (1965).
8)
Sitor
Situmorang
Karya-
karya Sitor Situmorang adalah:
a) Dalam Sadjak (1950)
b) Dalam Mutiara Kumpulan Tiga Mutiara (1956)
c) Pertemuan dan Salju Di Paris (1956)
d) Surat Kertas Hidjau: Kumpulan Sadjak (1953)
e) Wajah tak Bernama: Kumpulan Sadjak (1955).
9)
Pramudya
Ananta Toer
Karya-karyanya
adalah:
a) Bukan pasar malam (1951)
b) Keluarga gerilya (1951)
c) Mereka yang dilumpuhkan (1951)
d) Perburuan (1950)
e)
Cerita dari blora (1952)
10)
Bokor
Hutasuhut
Karya-karyanya:
a) Datang Malam (1963)
b) Penakluk Udjung Dunia (1964)
c) Tanah Kesajangan (1965).
11)
Toha
Mochtar
Sejumlah
hasil karyanya adalah:
a) Pulang (1958), yang mendapat Hadiah Sastra
Badan Musyawarah Kebudayaan
Nasional (1960)
b) Daerah Tak Bertuan (1963), meraih Hadiah
Sastra Yamin (1964)
12)
Mochtar
Lubis.
Karya-karyanya
adalah:
a) Tidak Ada Esok (1951)
b) Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (1950)
c) Perempuan (1956)
d) Harimau! Harimau! (1975)
e) Jalan Tak Ada Ujung (1952, 1968)
f) Musim Gugur (cerpen 1953).
Comments
Post a Comment